DPR Usul Danareksa Bangun Bioskop di Kecamatan, Dorong Akses Film Nasional
Komisi VI DPR RI mengusulkan agar Danareksa membantu PFN membangun bioskop di tingkat kecamatan untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap film nasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.

Jakarta, 10 Maret 2024 - Komisi VI DPR RI memberikan saran kepada PT Danareksa (Persero) untuk mendukung transformasi PT Produksi Film Negara (PFN) dengan membangun bioskop di tingkat kecamatan. Langkah ini bertujuan memperluas jangkauan akses masyarakat terhadap industri perfilman Indonesia. Inisiatif ini dibahas dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR RI dengan Danareksa di Jakarta.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Eko Hendro Purnomo, melihat potensi pasar yang besar di tingkat kecamatan. "Untuk di daerah-daerah tingkat kecamatan, itu marketable sekali Pak. UMKM nya jalan. Perputaran uang di sana bagus," ujarnya dalam RDP tersebut. Mandat pengelolaan PFN diberikan kepada Danareksa berdasarkan Surat Kuasa Khusus (SKK)-43/. MBU/11/2023 tanggal 20 November 2023 dari Kementerian BUMN.
Meskipun industri perfilman nasional menunjukkan perkembangan pesat, kendala akses bagi masyarakat di daerah masih menjadi tantangan. Oleh karena itu, Komisi VI DPR mendorong Danareksa, sebagai holding BUMN PFN, untuk berperan aktif dalam pembangunan infrastruktur bioskop di kecamatan. Pembangunan bioskop ini diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal melalui peningkatan aktivitas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Membuka Akses Hiburan dan Ekonomi di Tingkat Kecamatan
Eko Hendro Purnomo menjelaskan, masyarakat di kecamatan seringkali harus menempuh jarak puluhan kilometer untuk menonton film di kota atau mal. Kehadiran bioskop di kecamatan akan menjamin pemerataan akses hiburan. "Tapi kalau di tingkat kecamatan ada bioskop, dan itu Danareksa yang melakukannya. Wah itu keren sekali Pak," tambahnya. Anggota Komisi VI DPR RI lainnya, Kawendra Lukistian, juga menyoroti tantangan PFN, terutama dalam hal pendanaan film.
Kawendra menyampaikan kepada Direktur Utama Danareksa, Yadi Jaya Ruchandi, perlunya regulasi yang lebih fleksibel untuk mempermudah sineas Indonesia mendapatkan dukungan finansial. "Tolong dibuat ketentuan-ketentuan terhadap PFN ini yang lebih tidak berat lah. Karena kalau saya lihat, PFN ini nantinya akan menjadi salah satu (lembaga) untuk pendanaan film ke depannya," kata Kawendra. Ia menambahkan, "Artinya banyak sineas-sineas di tanah air ini yang memang perlu dukungan, tapi tidak dengan aturan yang sedemikian njelimet, yang malah membebani kepada mereka."
Kawendra juga menekankan potensi besar industri ekonomi kreatif Indonesia, memproyeksikan produksi 200 judul film pada 2025 dan jumlah penonton hingga 80 juta orang. Optimalisasi peran Danareksa di PFN diharapkan dapat menghasilkan regulasi yang lebih suportif bagi pelaku industri film. Ia juga meminta agar roadmap transformasi Danareksa di 2025 tidak hanya berfokus pada sub-klaster kawasan industri, konstruksi, dan jasa keuangan, tetapi juga sektor media dan teknologi yang terkait erat dengan ekonomi kreatif. "Saya berharap portfolionya dioptimalkan bukan di kawasan industri, konstruksi, jasa keuangan, tapi media, teknologi, dan di sana tentu ada irisan ekonomi kreatif," imbuhnya.
Tantangan dan Peluang PFN dalam Pengembangan Industri Film Nasional
Pembangunan bioskop di tingkat kecamatan merupakan langkah strategis untuk mengatasi kesenjangan akses terhadap hiburan dan informasi bagi masyarakat di daerah. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah melalui pengembangan UMKM. Namun, perlu perencanaan yang matang dan kolaborasi yang kuat antara berbagai pihak untuk memastikan keberhasilan proyek ini.
Selain itu, penyederhanaan regulasi pendanaan film juga sangat penting untuk mendorong kreativitas dan produktivitas sineas Indonesia. Regulasi yang kompleks dan berbelit-belit dapat menghambat perkembangan industri film nasional. Oleh karena itu, diperlukan regulasi yang lebih fleksibel dan efisien untuk mendukung para sineas dalam berkarya.
Dengan dukungan dari Danareksa dan regulasi yang tepat, PFN dapat memainkan peran yang lebih besar dalam pengembangan industri film nasional. Hal ini akan berdampak positif bagi perekonomian Indonesia, khususnya dalam sektor ekonomi kreatif.
Keberhasilan program ini akan bergantung pada perencanaan yang matang, kolaborasi yang efektif antara berbagai pemangku kepentingan, dan dukungan kebijakan yang kondusif. Dengan demikian, pembangunan bioskop di tingkat kecamatan dapat menjadi solusi untuk meningkatkan akses masyarakat terhadap film nasional dan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah.