Dua Dekade Damai: Transformasi Ekonomi dan Upaya Mewujudkan Kesejahteraan Aceh Pasca-Perdamaian
Dua dekade pasca-MoU Helsinki, Aceh menunjukkan progres signifikan dalam pembangunan ekonomi. Namun, tantangan masih ada dalam mewujudkan kesejahteraan menyeluruh pasca-perdamaian Aceh.

Pada Minggu, 26 Desember 2004, pukul 07:58 WIB, Aceh diguncang gempa bumi bermagnitudo 9,1–9,3 yang memicu tsunami dahsyat dengan ketinggian air mencapai 30 meter. Bencana ini merenggut 227.898 jiwa dan menghancurkan infrastruktur serta perekonomian Aceh. Pertumbuhan ekonomi Aceh pada tahun 2004 dan 2005 bahkan sempat anjlok ke angka negatif, masing-masing -9,63 persen dan -10,12 persen, akibat pemulihan pascabencana dan konflik bersenjata yang berkepanjangan.
Titik balik penting terjadi pada pertengahan 2005, ketika rencana gencatan senjata dan perdamaian mulai mengemuka. Melalui mediasi Crisis Management Initiative (CMI) yang dipimpin Martti Ahtisaari, Pemerintah RI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) mencapai kesepakatan damai. Proses perdamaian ini mencapai puncaknya pada 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia, dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki yang memuat 71 butir pasal, termasuk pemberian wewenang otonomi khusus bagi Aceh.
Kesepakatan damai ini kemudian dijabarkan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), yang memberikan harapan baru bagi kebangkitan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Melalui alokasi dana otonomi khusus (otsus) yang signifikan, Aceh berupaya bangkit dari keterpurukan. Meskipun masih menghadapi tantangan, Aceh telah menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang positif dalam beberapa tahun terakhir, menandai dua dekade perdamaian yang membawa perubahan.
Membangun Kembali Ekonomi Aceh
Dua dekade pasca-perdamaian, ekonomi Aceh mulai menunjukkan perkembangan positif, didukung oleh kinerja sektor-sektor kunci seperti pertanian, perikanan, kehutanan, pertambangan, dan perdagangan. Dana otonomi khusus menjadi instrumen vital bagi daerah ujung barat Indonesia ini untuk membangkitkan ekonomi pasca-tsunami dan konflik. Sejak 2008 hingga 2025, Aceh telah menerima sekitar Rp116,63 triliun dari dana otsus, yang berperan besar dalam pemulihan.
Data BPS Aceh menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Aceh dalam tiga tahun terakhir terus meningkat, mencapai 4,23 persen pada 2023, 4,66 persen pada 2024, dan 4,82 persen hingga triwulan II 2025. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Aceh mencapai Rp63,84 triliun atas dasar harga berlaku (ADHB) dan Rp39,54 triliun atas dasar harga konstan (ADHK) pada triwulan II 2025. Sektor pertanian menjadi penyumbang terbesar dengan andil 31,52 persen terhadap total PDRB, diikuti perdagangan (15,11 persen) dan administrasi pemerintahan (9,18 persen).
Meskipun demikian, tantangan masih membayangi. Berdasarkan laporan Bank Indonesia 2025, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Aceh masih berada pada urutan ketiga tertinggi di Sumatera, sementara kemiskinan menduduki peringkat pertama. Hingga Maret 2025, BPS mencatat 704,69 ribu orang masyarakat miskin di Aceh dari total penduduk lebih dari lima juta jiwa, meskipun angka ini telah berkurang 14.264 dari September 2024. Hal ini menunjukkan bahwa perjalanan menuju kesejahteraan menyeluruh masih membutuhkan upaya berkelanjutan.
Strategi Transformasi dan Investasi
Untuk mengatasi tantangan ekonomi dan mewujudkan kesejahteraan, para pakar dan pemerintah mengusulkan beberapa strategi kunci. Dr. Muhammad Nasir, pakar ekonomi dari Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh, menekankan pentingnya transformasi ekonomi dari ekstraktif ke produktif. Ini berarti diversifikasi ekonomi dan peningkatan nilai tambah dari sektor primer, seperti pengembangan hasil pertanian.
Strategi lainnya meliputi:
- Penguatan Infrastruktur dan Konektivitas: Optimalisasi pelabuhan, bandara, dan jalan untuk distribusi barang, baik domestik maupun ekspor, serta perluasan konektivitas antarwilayah.
- Peningkatan Investasi Swasta: Mendorong penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan asing (PMA) untuk memperkuat sektor riil, mengurangi pengangguran, dan meningkatkan pendapatan asli daerah.
- Pengembangan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM): Prioritas pada program beasiswa untuk pendidikan menengah, vokasi, dan tinggi guna memperkuat SDM sebagai faktor penting pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
Pemerintah Aceh, melalui Gubernur Muzakir Manaf dan Wakil Gubernur Fadhlullah, menegaskan komitmennya untuk membuka lebar pintu investasi. Mereka menjamin kemudahan perizinan dan menciptakan iklim usaha yang kondusif. Terbaru, Aceh telah meresmikan pabrik karet remah di Meulaboh yang mampu menampung 600 pekerja, serta menyetujui rencana pembangunan pabrik minyak goreng (refinery CPO) oleh PT Flora Agung Group dengan perkiraan investasi Rp1,5 triliun.
Mengisi Perdamaian dengan Kesejahteraan
Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, M. Jusuf Kalla (JK), yang juga merupakan salah satu pelaku perdamaian Aceh, mengingatkan bahwa perdamaian yang telah berjalan dua dekade harus diisi dengan kesejahteraan bagi rakyat Aceh. JK menekankan bahwa konflik di Aceh dulunya berakar pada masalah ekonomi, bukan semata-mata agama, karena kekayaan sumber daya alam Aceh tidak sepenuhnya dinikmati oleh masyarakat setempat.
Pasca-MoU Helsinki dan UUPA, Aceh kini menerima 70 persen dari hasil migasnya, sebuah peningkatan signifikan dari 15 persen sebelumnya. Tujuan akhir dari perdamaian ini adalah kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, Jusuf Kalla mendorong Aceh untuk terus bergerak maju, memanfaatkan dana otonomi khusus dan potensi daerah untuk pembangunan. Semangat saat ini adalah bagaimana mengelola pertanian, perkebunan, perikanan, industri, dan perdagangan dengan lebih baik, serta menumbuhkan ekonomi rakyat.
Pemerintah Aceh juga berupaya merealisasikan janji pemerintah pusat untuk memberikan lahan pertanian/perkebunan seluas dua hektare bagi masing-masing eks kombatan GAM, tahanan dan narapidana politik (tapol/napol), serta korban konflik Aceh. Ini merupakan bagian dari upaya menyeluruh untuk memastikan bahwa manfaat perdamaian dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, sehingga Aceh dapat menjadi wilayah yang makmur dan sejahtera di masa depan.