Ekonom Celios Nilai Relaksasi Impor Harus Hati-Hati, Waspada Banjir Produk Asing
Direktur Celios, Bhima Yudhistira, mengingatkan perlunya kehati-hatian dalam relaksasi impor untuk mencegah membanjirnya produk asing dan dampak negatif terhadap program swasembada pangan.

Presiden RI Prabowo Subianto baru-baru ini meminta jajaran Kabinet Merah Putih (KMP) untuk menghapus kuota produk impor demi kelancaran berusaha, terutama bagi pengusaha yang bermitra dengan pihak global. Namun, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira Adhinegara, menilai wacana relaksasi impor ini perlu dikaji dengan hati-hati. Pernyataan tersebut disampaikan Bhima saat dihubungi ANTARA di Jakarta pada Rabu, 9 April 2024.
Bhima menekankan perlunya pertimbangan matang sebelum merevisi regulasi terkait kuota impor. Ia menyoroti dua poin penting yang perlu dipertimbangkan. Pertama, ancaman perang dagang global yang dapat mengakibatkan pasar Indonesia dibanjiri produk dari negara lain yang mencari pasar alternatif. "Contohnya pakaian jadi dari Vietnam, Kamboja dan China akan membanjiri pasar Indonesia," ujar Bhima.
Kekhawatiran ini diperkuat dengan belum direvisinya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 8 Tahun 2024, yang justru diminta oleh pelaku usaha domestik. Bhima memperingatkan, "Kalau impor dilonggarkan bukankah ini sama dengan bunuh diri?" Ini menunjukkan potensi kerugian bagi pelaku usaha dalam negeri jika relaksasi impor dilakukan tanpa perencanaan yang matang.
Pertimbangan Relaksasi Impor
Pertimbangan kedua yang disoroti Bhima adalah pentingnya mengevaluasi program-program pemerintah yang relevan, khususnya program swasembada pangan. Ia khawatir, jika impor pangan dilonggarkan, maka angka impor pangan yang sudah tinggi akan melonjak drastis. "Program Prabowo yang berkaitan dengan swasembada pangan jadi tidak relevan. Impor pangan yang angkanya sudah jumbo, bakal makin melonjak drastis," tegas Bhima.
Presiden Prabowo sebelumnya menyatakan bahwa penghapusan kuota impor merupakan bagian dari deregulasi untuk menjaga persaingan usaha yang sehat di Indonesia. Langkah ini diharapkan dapat mempermudah pengusaha menjalankan bisnis. Namun, Prabowo juga mengingatkan pentingnya komitmen pengusaha dalam berkontribusi pada negara, termasuk menyediakan lapangan kerja dan taat pajak.
Meskipun relaksasi impor bertujuan untuk mendorong kemudahan berusaha, Bhima menekankan perlunya analisis mendalam terhadap dampaknya terhadap perekonomian nasional. Ia mengingatkan potensi kerugian bagi industri dalam negeri dan program-program pemerintah yang sudah berjalan. Oleh karena itu, relaksasi impor harus dilakukan secara selektif dan terukur, dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap berbagai sektor ekonomi.
Potensi Dampak Negatif Relaksasi Impor
- Banjir Produk Impor: Meningkatnya jumlah produk impor dapat mengancam kelangsungan usaha industri dalam negeri.
- Kerugian Pelaku Usaha Domestik: Persaingan yang tidak seimbang dapat menyebabkan kerugian bagi UMKM dan industri kecil menengah.
- Kegagalan Program Swasembada Pangan: Peningkatan impor pangan dapat menghambat pencapaian swasembada pangan.
Kesimpulannya, meskipun deregulasi dan kemudahan berusaha penting, relaksasi impor membutuhkan perencanaan yang matang dan komprehensif. Pemerintah perlu mempertimbangkan dampaknya terhadap industri dalam negeri dan program-program strategis lainnya sebelum mengambil keputusan. Prioritas utama harus tetap pada perlindungan pelaku usaha domestik dan keberlanjutan perekonomian nasional.