Eks Jaksa Kejari Jakbar Didakwa Tilep Rp11,7 Miliar Uang Barang Bukti Robot Trading
Mantan Jaksa Kejari Jakbar, Azam Akhmad Akhsya, didakwa menilep Rp11,7 miliar uang barang bukti kasus robot trading Fahrenheit dan terancam hukuman penjara.

Mantan Jaksa Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Azam Akhmad Akhsya, didakwa melakukan tindak pidana korupsi berupa penggelapan uang barang bukti senilai Rp11,7 miliar. Uang tersebut merupakan aset dari kasus investasi bodong robot trading Fahrenheit. Dakwaan dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Neldy Denny, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada Kamis. Perbuatan Azam diduga terjadi pada tahun 2023.
Menurut JPU, uang tersebut diterima Azam dari tiga penasihat hukum korban investasi robot trading Fahrenheit, yaitu Oktavianus Setiawan, Bonifasius Gunung, dan Brian Erik First Anggitya. Ketiganya menyerahkan uang tersebut saat proses eksekusi perkara. Azam kemudian memindahkan uang tersebut ke rekening istrinya dan pihak lain, serta menukarkannya ke mata uang asing. Aksi ini melanggar beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.
Kasus ini bermula saat Azam menjadi penuntut umum dalam perkara investasi bodong robot trading Fahrenheit dengan tersangka Hendry Susanto. Pada 15 Juli 2022, barang bukti, termasuk uang dalam berbagai mata uang (rupiah, dolar Singapura, ringgit Malaysia, dan baht Thailand), diserahkan kepada Kejari Jakarta Barat. Azam diduga melakukan manipulasi dalam proses pengembalian barang bukti kepada para korban, dengan meminta bagian dari kelebihan uang yang diklaim.
Manipulasi Pengembalian Barang Bukti
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkapkan Azam diduga mendesak Bonifasius untuk memanipulasi jumlah pengembalian barang bukti kepada kliennya, korban investasi robot trading Fahrenheit. Jumlah pengembalian yang seharusnya Rp39,35 miliar diubah menjadi Rp49,35 miliar, dan Azam meminta bagian sekitar Rp3 miliar dari selisihnya.
Selain itu, Azam dan Oktavianus bersepakat memanipulasi pengembalian barang bukti kepada korban lain yang diwakili Oktavianus, seolah-olah mengembalikan uang kepada kelompok korban dari Bali senilai Rp17,8 miliar. Padahal, kelompok ini fiktif dan dibuat untuk keuntungan pribadi. Azam meminta bagian sekitar Rp8,5 miliar dari jumlah tersebut.
Azam juga meminta Brian untuk memberikan 15 persen dari uang yang dikembalikan kepada kliennya, yaitu Rp250 juta, yang kemudian diturunkan menjadi Rp200 juta. Ketiga penasihat hukum tersebut terpaksa memberikan uang kepada Azam karena khawatir klien mereka tidak akan menerima pengembalian uang.
Proses Transfer dan Dakwaan
Sekitar Desember 2023, Azam menginformasikan kepada Bonifasius, Oktavianus, dan Brian melalui WhatsApp bahwa perkara Hendry Susanto telah diputus di tingkat kasasi dan akan segera dieksekusi. Ia meminta mereka menyerahkan nomor rekening dan KTP untuk transfer uang pengembalian barang bukti. Uang tersebut kemudian ditransfer ke rekening atas nama Andi Rianto, seorang pegawai honorer di Kejari Jakarta Barat, dengan total Rp11,7 miliar.
Atas perbuatannya, Azam didakwa melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12B ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (2) atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001. Selain Azam, Oktavianus dan Bonifasius juga hadir dalam persidangan pembacaan surat dakwaan.
Kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan dan transparansi dalam penanganan barang bukti perkara tindak pidana, khususnya yang melibatkan jumlah uang yang signifikan. Proses hukum akan terus berjalan untuk mengungkap seluruh fakta dan memberikan keadilan bagi semua pihak.