Fakta di Balik Isu Transfer Data Pribadi WNI ke Amerika Serikat: Pemerintah Tegaskan Tidak Ada Penyerahan Data
Isu mengenai transfer data pribadi WNI ke Amerika Serikat mencuat pasca-perjanjian dagang. Pemerintah tegaskan tidak ada penyerahan data, lantas apa maksud sebenarnya?

Kekhawatiran publik mencuat setelah beredarnya informasi mengenai potensi penyerahan data pribadi warga negara Indonesia (WNI) kepada Amerika Serikat (AS). Isu ini muncul menyusul pemberitaan terkait klausul dalam perjanjian tarif impor baru antara kedua negara yang disoroti oleh lembar fakta Gedung Putih.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi dengan tegas membantah isu tersebut pada Jumat lalu di Istana Negara, Jakarta. Ia menekankan bahwa pemerintah Indonesia tidak pernah dan tidak akan menyerahkan data pribadi WNI kepada pihak asing, khususnya Amerika Serikat.
Prasetyo Hadi menjelaskan bahwa interpretasi publik terhadap klausul tersebut tidaklah tepat, melainkan ada konteks yang lebih luas. Pernyataan ini bertujuan untuk meredakan kekhawatiran masyarakat dan meluruskan pemahaman mengenai kerja sama data antarnegara.
Penjelasan Pemerintah Mengenai Klausul Perjanjian Transfer Data Pribadi
Mensesneg Prasetyo Hadi menjelaskan bahwa klausul yang menjadi sorotan publik telah disalahartikan. Menurutnya, tidak ada maksud sama sekali untuk menyerahkan data pribadi WNI kepada Amerika Serikat, apalagi secara massal. Ia menegaskan bahwa kerja sama ini justru berfokus pada aspek keamanan.
Hadi memaparkan, banyak platform berbasis di AS yang mengharuskan penggunanya memasukkan data pribadi saat menggunakan layanan mereka. Pemerintah AS, dalam konteks ini, mencari jaminan bahwa data tersebut akan dilindungi dan tidak disalahgunakan oleh pihak manapun. Ini adalah upaya untuk memastikan keamanan data pengguna.
“Kerja sama kami adalah untuk memastikan platform tersebut aman. Di situlah letak kolaborasi tersebut,” ujar Hadi. Hal ini menunjukkan bahwa fokus utama adalah pada perlindungan data dalam ekosistem digital, bukan pada penyerahan data itu sendiri. Pemerintah Indonesia berkomitmen kuat untuk menjamin perlindungan data warganya.
Komitmen perlindungan data ini sejalan dengan regulasi yang berlaku di Indonesia, yakni Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP). Undang-undang ini menjadi landasan hukum yang kuat dalam menjaga privasi dan keamanan informasi pribadi setiap individu di Indonesia.
Konteks Perjanjian Dagang dan Interpretasi Klausul Transfer Data
Presiden AS Donald Trump sebelumnya mengumumkan poin-poin penting dalam perjanjian tarif impor yang dicapai dengan pemerintah Indonesia pada 22 Juli. Salah satu poin yang disorot adalah mengenai transfer data pribadi, yang kemudian memicu perdebatan di kalangan masyarakat.
Menurut lembar fakta Gedung Putih, perjanjian dagang tersebut mencakup ketentuan mengenai perdagangan digital, jasa, dan investasi. Dokumen tersebut menyatakan bahwa Indonesia telah setuju untuk memberikan kepastian hukum terkait transfer data lintas batas dengan mengakui AS sebagai yurisdiksi yang memiliki perlindungan data yang memadai.
Klausul tersebut secara spesifik menyebutkan, “Indonesia akan memberikan kepastian mengenai kemampuan untuk memindahkan data pribadi dari wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan Amerika Serikat sebagai negara atau yurisdiksi yang memberikan perlindungan data yang memadai berdasarkan hukum Indonesia.” Ini bukan berarti data akan diserahkan, melainkan adanya pengakuan standar perlindungan data.
Dengan demikian, inti dari klausul ini adalah pengakuan timbal balik terhadap standar perlindungan data antara kedua negara, yang memfasilitasi transfer data yang sah dan aman untuk tujuan bisnis atau layanan digital. Hal ini penting untuk kelancaran transaksi digital dan operasional platform global yang melibatkan data pengguna.