Fakta Mengejutkan: Komunikasi Anak-Orang Tua Hanya 30 Menit Sehari, Mendukbangga Ingatkan Dampak Gawai pada Anak
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) menyoroti minimnya interaksi keluarga akibat gawai. Pahami dampak gawai pada anak dan upaya pemerintah.

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) sekaligus Kepala BKKBN, Wihaji, baru-baru ini menyampaikan imbauan penting kepada seluruh orang tua di Indonesia. Ia menekankan agar para orang tua tidak terlalu sibuk dengan gawai saat berinteraksi langsung dengan anak-anak mereka. Peringatan ini secara khusus disoroti saat momen kebersamaan, seperti waktu makan keluarga, yang seharusnya menjadi ajang komunikasi berkualitas.
Imbauan ini didasari oleh temuan riset yang menunjukkan fakta mengejutkan mengenai durasi komunikasi antara anak dan orang tua. Rata-rata interaksi langsung yang berkualitas antara keduanya hanya mencapai sekitar 30 menit dalam sehari. Kondisi ini sangat kontras dengan waktu yang dihabiskan anak-anak untuk gawai, yang bisa mencapai tujuh hingga delapan jam setiap harinya.
Menyikapi fenomena ini, pemerintah melalui Mendukbangga mendorong implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025. Aturan yang dikenal sebagai PP Tunas ini berfokus pada Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak. Tujuannya adalah memperkuat perlindungan anak di era digital melalui program strategis lintas kementerian dan lembaga.
Urgensi Interaksi Keluarga di Tengah Dominasi Gawai
Menteri Wihaji secara tegas meminta orang tua untuk meletakkan perangkat seluler mereka ketika sedang makan dan mengobrol bersama anak. Menurutnya, momen-momen kebersamaan ini sangat krusial untuk membangun ikatan emosional dan komunikasi yang efektif. Minimnya interaksi langsung dapat berdampak negatif pada perkembangan sosial dan emosional anak.
Riset yang dikutip oleh Mendukbangga menjadi alarm bagi para keluarga modern. Durasi komunikasi yang sangat singkat antara orang tua dan anak menunjukkan adanya pergeseran pola interaksi. Fenomena ini diperparah dengan tingginya waktu layar yang dihabiskan anak, yang berpotensi mengurangi kesempatan mereka untuk berinteraksi secara tatap muka.
Pentingnya komunikasi dua arah dalam keluarga tidak dapat diremehkan. Kualitas pengasuhan akan meningkat apabila orang tua dan anak saling mendengarkan serta berbagi cerita. Hal ini juga membantu anak mengembangkan kemampuan komunikasi dan empati mereka.
PP Tunas dan Kolaborasi Lintas Sektor untuk Perlindungan Anak
Untuk mengatasi tantangan era digital, Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas) menjadi landasan hukum yang kuat. Aturan ini diharapkan memberikan ruang pembatasan yang diperlukan demi menciptakan generasi emas Indonesia yang terlindungi dari risiko digital.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkominfo) memegang peranan penting dalam mengimplementasikan PP Tunas. Mereka menjalin kolaborasi erat dengan sejumlah kementerian lain, termasuk Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.
Kolaborasi ini diresmikan melalui penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Rencana Aksi Implementasi PP Tunas. Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid, menegaskan bahwa langkah bersama ini adalah kunci keberhasilan dalam melindungi anak secara daring. PP Tunas mencerminkan komitmen kuat Indonesia terhadap kesehatan dan kesejahteraan generasi muda di ranah digital.
Gerakan "Ngobrol": Membangun Kembali Komunikasi Keluarga
Sebagai respons konkret, Kemendukbangga/BKKBN tengah menggalakkan gerakan "Ngobrol". Inisiatif ini bertujuan untuk mengurangi dominasi gawai dalam lingkungan keluarga. Harapannya, pola pengasuhan orang tua kepada anak dapat menjadi lebih berkualitas, dan sebaliknya, anak-anak juga lebih terbuka kepada orang tua mereka.
Menteri Wihaji secara khusus meminta agar anak-anak lebih sering ngobrol dengan orang tua, dan begitu pula sebaliknya. Dengan demikian, interaksi langsung akan meningkat dan ketergantungan pada gawai sebagai sarana komunikasi utama dapat berkurang. Ini adalah langkah proaktif untuk mengembalikan kehangatan komunikasi dalam keluarga.
Gerakan "Ngobrol" ini merupakan bagian integral dari upaya pemerintah untuk menciptakan lingkungan digital yang aman dan sehat bagi anak-anak. Dengan mendorong komunikasi tatap muka, diharapkan anak-anak dapat mengembangkan keterampilan sosial yang esensial dan terhindar dari potensi dampak negatif penggunaan gawai yang berlebihan.