Fakta Unik: Keraton Yogyakarta Sewakan Tanah Sultan Ground Rp160 Miliar untuk Dua Proyek Tol Nasional
Keraton Yogyakarta menyewakan 320.000 meter persegi tanah Sultan Ground senilai Rp160 miliar untuk pembangunan dua jalan tol nasional. Mengapa nilai ini dianggap sangat rendah?

Keraton Yogyakarta secara resmi menyewakan 320.000 meter persegi tanah berstatus Sultan Ground (SG) untuk dua proyek jalan tol strategis nasional. Kesepakatan sewa jangka panjang ini bernilai total Rp160 miliar, sebuah angka yang menarik perhatian publik. Informasi ini disampaikan langsung oleh Penghageng II Panitikismo KRT Suryo Satriyanto, sebagaimana dikutip dari laman resmi Pemda DIY.
Proyek infrastruktur ini akan mendukung konektivitas antarwilayah di Pulau Jawa, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemanfaatan lahan Sultan Ground ini merupakan bagian dari upaya pemerintah dalam mempercepat pembangunan infrastruktur nasional. Proses sewa ini dilakukan dengan skema yang telah diatur secara cermat untuk memastikan legalitas dan keberlanjutan.
Meskipun nilai sewa mencapai ratusan miliar rupiah, KRT Suryo Satriyanto menyatakan bahwa angka tersebut tergolong sangat rendah bila dibandingkan dengan manfaat besar proyek jalan tol berskala nasional. Seluruh biaya sewa lahan ini akan ditanggung sepenuhnya oleh Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) sebagai investor proyek, sebagaimana dikonfirmasi oleh Direktur Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum Roy Rizali Anwar.
Skema Sewa dan Status Tanah Sultan Ground
Tarif sewa tanah Sultan Ground ini ditetapkan sebesar Rp12.500 per meter per tahun, yang jika diakumulasikan setara dengan Rp500.000 per meter untuk jangka waktu 40 tahun. Total nilai sewa yang mencapai Rp160 miliar ini mencerminkan komitmen Keraton Yogyakarta dalam mendukung pembangunan nasional. Namun, Keraton juga menekankan pentingnya menjaga tata kelola yang sah serta nilai-nilai adat dan berkeadaban.
Sebelumnya, beberapa bidang tanah yang disewakan merupakan tanah anggaduh kalurahan, yaitu hak pakai yang diberikan kepada pemerintah desa. KRT Suryo Satriyanto menjelaskan bahwa hak anggaduh tersebut telah dikembalikan secara resmi kepada Keraton Yogyakarta. Pengembalian ini menjadi syarat krusial agar proses sewa tidak menimbulkan tumpang tindih administratif dan memastikan seluruh bidang berstatus murni Sultan Ground.
Hak anggaduh sendiri merupakan hak adat yang diberikan Kasultanan atau Kadipaten kepada desa untuk mengelola dan memungut hasil dari tanah bukan keprabon. Hak ini diberikan selama tanah tersebut dipergunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan desa. Untuk menghormati dan mengapresiasi kalurahan yang telah mengembalikan hak anggaduh, Keraton Yogyakarta memberikan kompensasi tahunan.
Dua Proyek Tol Nasional di Atas Sultan Ground
Lahan Sultan Ground yang disewakan ini akan dimanfaatkan untuk dua Proyek Strategis Nasional (PSN) yang vital. Proyek pertama adalah Jalan Tol Solo–Yogyakarta–Kulon Progo, yang akan menggunakan lahan SG seluas 245.302 meter persegi. Lahan ini mencakup 177 bidang tanah desa dan 17 bidang Sultan Ground murni.
Proyek Tol Solo–Yogyakarta–Kulon Progo terbagi menjadi tiga tahap pembangunan. Ruas Klaten–Prambanan telah selesai dan beroperasi tanpa tarif, sementara ruas Prambanan–Purwomartani telah mencapai progres fisik 78,93 persen. Ruas lain seperti Purwomartani–Maguwo dan JC Sleman–Trihanggo masih dalam tahap konstruksi, dengan target operasi penuh pada tahun 2028.
Proyek strategis kedua adalah Jalan Tol Yogyakarta–Bawen, yang akan memanfaatkan lahan Sultan Ground seluas 75.440 meter persegi. Lahan ini terdiri atas 90 bidang tanah desa dan 8 bidang Sultan Ground. Tol sepanjang 75,12 kilometer ini akan menghubungkan Yogyakarta dengan Bawen, melintasi Borobudur, Magelang, Temanggung, dan Ambarawa, serta dibagi menjadi enam seksi konstruksi.
Filosofi di Balik Kebijakan Sewa
Melalui skema sewa tanah Sultan Ground dengan tarif yang dianggap simbolik, Keraton Yogyakarta menegaskan bahwa pembangunan nasional dapat berjalan beriringan dengan pelestarian nilai-nilai budaya dan adat. Pendekatan ini menunjukkan dukungan Keraton terhadap kepentingan rakyat dan kemajuan bangsa.
Kebijakan ini juga merupakan wujud dari tata kelola yang transparan dan berkeadaban, memastikan bahwa setiap langkah pembangunan dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku. Keraton Yogyakarta berkomitmen untuk menjaga keseimbangan antara modernisasi dan tradisi, demi kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat.