Fakta Unik! Tarif Impor 19 Persen Bawa Indonesia Unggul di ASEAN, Ekonomi Diprediksi Tumbuh 5 Persen
Pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5 persen pada 2025, didorong kesepakatan tarif impor 19 persen dengan AS. Apa dampaknya?

Pemerintah Indonesia menunjukkan optimisme tinggi terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional. Target pertumbuhan ekonomi sebesar 5 persen pada akhir tahun 2025 dinilai sangat realistis untuk dicapai. Optimisme ini didasari oleh keberhasilan negosiasi tarif impor antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS).
Kesepakatan penting tersebut berhasil menekan tarif impor dari semula 32 persen menjadi hanya 19 persen. Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Febrio Kacaribu, menyatakan bahwa penurunan tarif ini akan membuat ekspor Indonesia jauh lebih tangguh pada paruh kedua tahun ini. Hal ini secara langsung membuka peluang yang lebih besar bagi penguatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Pencapaian ini tidak hanya menjadi momentum strategis bagi percepatan laju ekonomi, tetapi juga menegaskan posisi Indonesia di mata dunia. Indonesia kini mampu memperoleh kesepakatan dagang yang lebih baik dibandingkan banyak negara lain, menunjukkan kapabilitas diplomasi ekonomi yang kuat di panggung internasional.
Negosiasi Tarif Impor 19 Persen: Lompatan Ekonomi Indonesia
Kesepakatan tarif impor sebesar 19 persen dengan Amerika Serikat merupakan hasil dari negosiasi tingkat tinggi yang melibatkan Presiden RI Prabowo Subianto dan Presiden AS Donald Trump. Angka tarif ini bersifat final dan mengikat (binding), menandakan komitmen kuat dari kedua belah pihak. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa ini adalah capaian tertinggi dalam hubungan bilateral kedua negara.
Penurunan tarif yang signifikan ini diharapkan dapat memacu sektor ekspor Indonesia, terutama pada komoditas yang sebelumnya menghadapi hambatan tarif tinggi. Dengan biaya masuk yang lebih rendah, produk-produk Indonesia akan menjadi lebih kompetitif di pasar AS. Ini merupakan langkah konkret pemerintah dalam menciptakan iklim perdagangan yang lebih kondusif bagi pelaku usaha domestik.
Selain penurunan tarif, Indonesia juga berhasil menyelesaikan hambatan non-tarif dengan AS. Hasil negosiasi komprehensif ini akan segera ditindaklanjuti dalam bentuk joint statement yang akan diumumkan bersama. Ini menunjukkan bahwa upaya pemerintah tidak hanya berfokus pada tarif, tetapi juga pada aspek-aspek lain yang dapat memperlancar arus perdagangan internasional.
Posisi Kompetitif Indonesia di Kancah Global
Dengan tarif impor sebesar 19 persen, Indonesia kini memiliki posisi yang sangat kompetitif di antara negara-negara ASEAN. Sebagai perbandingan, tarif yang dikenakan pada negara-negara tetangga jauh lebih tinggi:
- Vietnam dan Filipina: 20 persen
- Malaysia dan Brunei: 25 persen
- Kamboja dan Thailand: 36 persen
- Myanmar dan Laos: 40 persen
Keunggulan ini juga terlihat jika dibandingkan dengan negara-negara pesaing Indonesia di sektor tekstil. Tarif yang dikenakan pada Bangladesh masih 35 persen, Sri Lanka 30 persen, Pakistan 29 persen, dan India 27 persen. Ini menegaskan bahwa Indonesia kini berada di garis depan dalam hal akses pasar, memberikan keuntungan signifikan bagi produk-produk nasional.
Selain keberhasilan negosiasi dengan AS, kepercayaan diri pemerintah juga diperkuat oleh rampungnya perjanjian Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Perjanjian ini telah berlangsung selama hampir satu dekade dan penyelesaiannya menjadi bukti lain dari komitmen Indonesia dalam memperluas jangkauan perdagangan internasional dan meningkatkan daya saing ekonomi.
Menangkal Kekhawatiran Impor dan Menjaga Swasembada
Menanggapi kekhawatiran publik terkait potensi lonjakan impor dari AS akibat penurunan tarif, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto memberikan klarifikasi. Beliau menegaskan bahwa tidak ada peningkatan signifikan terhadap jumlah barang impor yang masuk ke Indonesia. Kebijakan ini lebih berfokus pada pengalihan negara asal impor untuk beberapa komoditas tertentu.
Airlangga menjelaskan bahwa pemerintah hanya mengalihkan sumber impor pada komoditas seperti gandum dan kedelai. Sebelumnya, komoditas ini juga diimpor dari negara lain seperti Australia dan Ukraina. Pengalihan ini dilakukan untuk diversifikasi sumber dan optimalisasi rantai pasok, tanpa mengganggu keseimbangan pasar domestik.
Pemerintah juga berkomitmen penuh untuk menjaga program swasembada pangan. Airlangga menegaskan bahwa program strategis ini tidak akan terganggu oleh kebijakan tarif baru. Pengalihan sumber impor bahan baku pangan tersebut merupakan bagian dari strategi untuk memastikan ketersediaan pasokan tanpa mengorbankan ketahanan pangan nasional atau target swasembada yang telah ditetapkan.