Generasi Stroberi dan Barcode: Tantangan Pendidikan di Era Disrupsi
Mendikbudristek ungkap bahaya generasi stroberi dan barcode yang rentan secara mental dan emosional di era disrupsi, serta pentingnya pendidikan karakter untuk membentuk generasi tangguh.

Denpasar, 8 Mei 2025 (ANTARA) - Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Abdul Mu’ti, menyoroti munculnya fenomena generasi stroberi dan barcode sebagai tantangan serius dalam dunia pendidikan Indonesia di era disrupsi. Pernyataan ini disampaikan saat beliau membuka Denpasar Education Festival 2025 di Gedung Dharma Negara Alaya Denpasar, Kamis lalu. Beliau menekankan perlunya sistem pendidikan yang mampu mencetak generasi muda tangguh dan adaptif.
Era disrupsi ditandai dengan perubahan cepat di berbagai sektor, termasuk pendidikan. Hal ini memunculkan generasi stroberi, yang menurut Mendikbudristek, memiliki mental lemah dan daya tahan rendah terhadap tantangan hidup. Sementara itu, generasi barcode, yang banyak ditemukan di kota-kota besar, sangat rentan secara emosional, bahkan masalah kecil dapat memicu gangguan psikologis yang serius. Kedua fenomena ini menjadi perhatian utama dalam upaya membentuk generasi muda yang siap menghadapi masa depan.
Ketimpangan sosial budaya juga turut menjadi sorotan. Perbedaan pola pikir antara orang tua dan anak, yang seringkali disebabkan oleh kontradiksi nilai dan cara pandang, berpotensi menimbulkan masalah dalam pola asuh dan pendidikan. Mendikbudristek menyoroti pentingnya pemahaman dan adaptasi terhadap perubahan cara berpikir generasi muda.
Generasi Stroberi: Mental Lemah dan Daya Tahan Rendah
Generasi stroberi, sebutan untuk anak muda yang rentan secara mental, merupakan gambaran dari dampak era disrupsi terhadap perkembangan psikologis. Mereka seringkali kesulitan menghadapi tekanan dan tantangan, menunjukkan kurangnya ketahanan mental. "Fenomena generasi stroberi yang kalau kita coba artikan generasi yang secara mental mereka ini sangat lemah, mereka ini tidak cukup memiliki daya tahan," ungkap Mendikbudristek.
Perlu adanya upaya untuk meningkatkan resiliensi mental generasi muda. Pendidikan karakter dan pengembangan soft skills menjadi kunci untuk membangun mental yang kuat dan tangguh. Penting untuk membekali mereka dengan kemampuan mengatasi stres, memecahkan masalah, dan menghadapi kegagalan.
Sekolah dan keluarga memiliki peran penting dalam membentuk karakter generasi muda. Lingkungan yang suportif dan kondusif sangat dibutuhkan untuk membantu mereka tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan mampu menghadapi tantangan.
Generasi Barcode: Kerentanan Emosional yang Ekstrem
Generasi barcode, yang ditandai dengan kerentanan emosional yang tinggi, menunjukkan dampak lain dari era disrupsi. Mereka mudah terguncang secara emosional, bahkan masalah kecil dapat memicu reaksi yang ekstrem, termasuk melukai diri sendiri. "Mereka mengalami guncangan psikologis yang tidak bisa kita bayangkan responsnya seperti apa, mereka kadang melukai dirinya sendiri," jelas Mendikbudristek.
Perlu adanya peningkatan kesadaran akan kesehatan mental di kalangan generasi muda. Pendidikan tentang kesehatan mental dan penyediaan layanan konseling yang mudah diakses sangat penting. Deteksi dini dan intervensi dini sangat krusial untuk mencegah dampak negatif yang lebih serius.
Penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi generasi muda untuk mengekspresikan emosi mereka. Membuka ruang dialog dan komunikasi yang terbuka antara orang tua, guru, dan anak sangat dibutuhkan.
Menjawab Tantangan: Penguatan Pendidikan Karakter
Mendikbudristek menekankan pentingnya sistem pendidikan yang dirancang untuk memperkuat aspek mental, spiritual, intelektual, dan moral. Tujuannya adalah untuk mencetak generasi muda yang tangguh, mampu beradaptasi dengan perubahan, dan bertahan menghadapi tekanan hidup. Pendidikan tidak hanya berfokus pada aspek akademik, tetapi juga pengembangan karakter dan nilai-nilai kemanusiaan.
Denpasar Education Festival, yang diapresiasi oleh Mendikbudristek, menjadi contoh nyata upaya untuk mengembangkan kreativitas dan kolaborasi pelajar. Festival ini memberikan ruang bagi anak-anak muda untuk berekspresi dan berkreasi. "Denpasar Education Festival ini sarana untuk tidak menunjukkan bagaimana kolaborasi itu terjadi, tetapi juga menjadi ajang dimana anak-anak kita memiliki ruang untuk berekspresi, berkreasi," kata Mendikbudristek.
Pendidikan yang holistik dan komprehensif merupakan kunci untuk menjawab tantangan generasi stroberi dan barcode. Integrasi nilai-nilai karakter, pengembangan soft skills, dan perhatian terhadap kesehatan mental menjadi elemen penting dalam mencetak generasi muda yang siap menghadapi masa depan.