Harga Ayam Hidup Naik Usai Kementan Perkuat Pengawasan
Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan harga ayam hidup mulai naik setelah memperkuat pengawasan distribusi dan produksi, melindungi peternak dari harga merugikan.

Kementerian Pertanian (Kementan) mengumumkan kenaikan harga ayam hidup setelah melakukan pengawasan ketat terhadap distribusi dan produksi ayam. Langkah ini bertujuan untuk menstabilkan pasokan dan melindungi peternak dari kerugian akibat harga jual yang rendah.
Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Dirjen PKH) Kementan, Agung Suganda, menjelaskan bahwa harga ayam hidup sempat anjlok hingga Rp13.000 per kg. Menyikapi hal ini, Kementan melakukan beberapa intervensi untuk menaikkan harga ayam tersebut.
Intervensi tersebut meliputi pengendalian produksi day old chick (DOC) final stock, pemangkasan indukan ayam, dan mendorong perusahaan integrator, pembibit, pabrik pakan, dan importir bahan baku pakan untuk menyerap ayam hidup dari peternak mandiri (ukuran di atas 2,4 kg) dengan harga minimal Rp17.000 per kg berat hidup. Langkah-langkah ini terbukti efektif dalam meningkatkan harga jual ayam.
Langkah-langkah Intervensi Kementan
Selain intervensi pasar, pemerintah juga menerbitkan surat edaran yang melarang peredaran telur tetas sebagai telur konsumsi. Larangan ini bertujuan untuk menjaga stabilitas harga telur dan menegakkan Permentan Nomor 10 Tahun 2024. Menurut Agung Suganda, "Larangan ini bertujuan untuk mencegah efek psikologis pasar yang dapat menekan harga telur konsumsi."
Kebijakan ini memberikan dampak positif terhadap harga telur ayam ras di tingkat peternak yang sempat turun setelah Lebaran. Kini, harga telur menunjukkan tren kenaikan yang signifikan. Kementan bertindak cepat merespon penurunan harga ayam hidup yang berada di bawah biaya produksi melalui pengawasan distribusi yang diperketat, penegakan regulasi, dan berbagai intervensi pasar untuk menjamin keberlangsungan usaha peternakan rakyat.
Agung menegaskan bahwa Permentan Nomor 10 Tahun 2024 menjadi instrumen penting dalam menata tata niaga unggas secara adil, efisien, dan berorientasi pada modernisasi industri unggas nasional. Peraturan ini mewajibkan pelaku usaha unggas dengan kapasitas lebih dari 60.000 ekor per minggu untuk memiliki Rumah Potong Hewan Unggas (RPHU) guna mempercepat proses hilirisasi unggas dalam bentuk karkas yang higienis.
Koordinasi dan Distribusi
Pemerintah juga meningkatkan koordinasi dengan pelaku usaha dan pemerintah daerah (pemda) agar distribusi ayam tidak lagi menumpuk dalam bentuk hidup di pasar, melainkan dalam bentuk olahan. Hal ini diharapkan dapat menstabilkan harga dan mengurangi fluktuasi harga di pasaran.
Saat ini, harga ayam hidup telah meningkat ke kisaran Rp17.000–Rp19.000 per kilogram, dan diharapkan segera mencapai Rp21.000, mendekati harga acuan penjualan sebesar Rp23.000 per kilogram. Kenaikan harga ini menjadi bukti nyata keberhasilan intervensi pemerintah dalam melindungi peternak dan menstabilkan pasar.
Dengan berbagai upaya yang dilakukan, pemerintah berupaya untuk menciptakan pasar ayam yang lebih stabil dan berkeadilan bagi semua pihak, baik peternak maupun konsumen. Penguatan pengawasan dan regulasi diharapkan dapat mendorong modernisasi industri unggas nasional dan meningkatkan kesejahteraan peternak.