Kementan Kendalikan Produksi Ayam untuk Stabilkan Harga di Tingkat Peternak
Kementerian Pertanian (Kementan) mengambil langkah strategis untuk mengendalikan produksi ayam guna menstabilkan harga ayam hidup yang masih di bawah Harga Pokok Produksi (HPP).

Jakarta, 18 Mei 2025 - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (Ditjen PKH) mengambil langkah tegas untuk menstabilkan harga ayam hidup (livebird) di tingkat peternak, khususnya di Pulau Jawa. Harga ayam hidup yang masih berada di bawah Harga Pokok Produksi (HPP) telah mendorong pemerintah untuk melakukan intervensi langsung guna melindungi para peternak.
Direktur Jenderal PKH Kementan, Agung Suganda, menjelaskan bahwa pemerintah tidak tinggal diam menyikapi fluktuasi harga livebird yang merugikan peternak. Langkah pengendalian produksi menjadi strategi kunci untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan di pasar. "Kami mengambil langkah konkret bersama seluruh pihak untuk menyeimbangkan suplai dan permintaan. Pengendalian produksi melalui cutting telur tetas dan afkir dini menjadi kunci dalam merespons dinamika pasar ini," tegas Agung.
Kondisi harga livebird yang berada di kisaran Rp16.500 per kilogram dengan bobot 1,6 hingga 1,8 kilogram, jauh di bawah HPP, telah memaksa Kementan untuk bertindak cepat. Langkah ini diambil untuk memastikan keberlangsungan usaha peternak rakyat dan ketersediaan protein hewani bagi masyarakat.
Langkah Konkret Kementan dalam Menstabilkan Harga Ayam
Sebagai respons atas permasalahan ini, Ditjen PKH Kementan telah menggelar Rapat Koordinasi Perunggasan Nasional. Rapat tersebut melibatkan berbagai pihak, termasuk Satgas Pangan Polri, kementerian/lembaga terkait, dinas peternakan dari enam provinsi sentra produksi ayam, serta asosiasi dan perusahaan pembibit ayam ras. Kolaborasi ini bertujuan untuk merumuskan strategi terpadu dalam mengatasi persoalan harga ayam hidup.
Berdasarkan data per 14 Mei 2025, upaya pengurangan produksi telah menunjukkan hasil. Realisasi pengurangan telur tetas fertile (cutting HE) telah mencapai 13,8 juta butir atau setara 11,4 juta anak ayam (DOC) dari target 49,7 juta butir. Selain itu, sebanyak 284.062 ekor Parent Stock telah diafkir dari target 3 juta ekor. Tercatat pula penyerapan livebird oleh 17 perusahaan pembibit sebanyak 387.746 ekor, dengan rata-rata bobot 2,2 kilogram dan harga Rp17.286 per ekor.
Kementan juga berencana menyusun rencana aksi stabilisasi harga dan produksi livebird. Tingkat kepatuhan perusahaan pembibit akan menjadi indikator penting dalam evaluasi alokasi grand parent stock (GPS) tahun berikutnya. Hal ini menunjukkan komitmen Kementan untuk memastikan keberlanjutan usaha peternak rakyat.
Pemantauan dan Pengawasan yang Ditingkatkan
Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Ditjen PKH Kementan, Hary Suhada, menyatakan bahwa pihaknya akan terus melakukan pemantauan dan pengawasan di lapangan. "Kami sudah siapkan langkah penguatan pengawasan breeding farm, distribusi DOC, dan perhitungan kebutuhan ayam serta telur di tiap daerah. Check point lalu lintas ternak juga akan kembali dioptimalkan," ujar Hary.
Lebih lanjut, Hary menambahkan bahwa surat resmi akan segera diterbitkan kepada seluruh dinas provinsi untuk mempercepat pengawasan produksi dan distribusi ayam ras. Tujuannya adalah untuk memastikan semua pelaku usaha pembibit mematuhi aturan yang berlaku. Hal ini merupakan bentuk tanggung jawab bersama dalam menjaga keberlangsungan usaha peternak rakyat.
Dengan langkah-langkah kolaboratif dan pengawasan yang ketat, Kementan optimistis bahwa kestabilan harga ayam dan keberlanjutan usaha peternak rakyat dapat terjaga. "Ini bukan hanya soal harga, tetapi juga tentang keadilan bagi peternak dan ketersediaan protein hewani bagi masyarakat," pungkas Agung Suganda.