Hendry Lie Bantah Bertanggung Jawab Kasus Korupsi Timah Rp300 Triliun
Penasihat hukum Hendry Lie menyatakan kliennya tak bertanggung jawab atas perjanjian PT Timah dengan smelter karena bukan pemegang saham PT Tinindo Internusa, perusahaan yang diduga terlibat korupsi pengelolaan timah senilai Rp300 triliun.
![Hendry Lie Bantah Bertanggung Jawab Kasus Korupsi Timah Rp300 Triliun](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/03/220058.831-hendry-lie-bantah-bertanggung-jawab-kasus-korupsi-timah-rp300-triliun-1.jpg)
Pengusaha Hendry Lie didakwa terlibat kasus korupsi pengelolaan timah PT Timah Tbk. yang merugikan negara hingga Rp300 triliun. Namun, kuasa hukumnya, Syahputra Sandiyudha, membantah kliennya bertanggung jawab atas perjanjian PT Timah dengan sejumlah smelter.
Pernyataan tersebut disampaikan Syahputra saat membacakan nota keberatan (eksepsi) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (3/2). Ia berargumen bahwa Hendry Lie bukan pemegang saham PT Tinindo Internusa, perusahaan yang diduga menjadi pusat permasalahan. Oleh karena itu, menurut Syahputra, kliennya tak bisa dibebani tanggung jawab atas tuduhan jaksa penuntut umum (JPU).
Syahputra menilai JPU keliru dalam menyamaratakan kondisi PT Tinindo Internusa dengan perusahaan smelter swasta lainnya. Ia menekankan perbedaan fakta hukum yang terjadi di masing-masing perusahaan. Oleh sebab itu, ia meminta majelis hakim untuk menerima nota keberatan, menyatakan surat dakwaan batal demi hukum, atau minimal dinyatakan tidak dapat diterima.
Lebih lanjut, Syahputra juga meminta agar Hendry Lie dibebaskan dari tahanan dan namanya dipulihkan. Ia juga menegaskan kliennya tak pernah mengetahui keberadaan CV yang diduga mengumpulkan bijih timah untuk Hendry Lie, dan tak ada aliran uang dari CV tersebut kepada kliennya.
Dengan demikian, menurut Syahputra, Hendry Lie tidak terlibat dalam penambangan, pembelian, maupun pengumpulan bijih timah ilegal. Ia juga membantah keterlibatan kliennya dalam pembentukan perusahaan afiliasi PT Tinindo Internusa dan penandatanganan dokumen terkait.
Dakwaan terhadap Hendry Lie menyebutkan ia menerima Rp1,06 triliun melalui PT Tinindo Internusa dari pembelian bijih timah ilegal. Uang tersebut diduga berasal dari kegiatan borongan pengangkutan sisa hasil pengolahan (SHP), sewa smelter, dan harga pokok produksi (HPP) PT Timah, yang berlangsung antara tahun 2015 hingga 2022.
Hendry Lie didakwa melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. Ia juga didakwa sebagai pemilik saham mayoritas PT Tinindo Internusa yang memerintahkan pembuatan surat penawaran kerja sama sewa alat pengolahan timah kepada PT Timah, bekerja sama dengan beberapa smelter swasta.
Selain itu, Hendry Lie diduga bersama dengan Fandy Lingga dan Rosalina, melalui PT Tinindo Internusa dan perusahaan afiliasinya, melakukan pembelian dan pengumpulan bijih timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah. Kasus ini masih berlanjut di Pengadilan Tipikor Jakarta.