Humor: Ciri Khas Sastra Betawi yang Membedakan
Akademisi ungkap humor sebagai ciri khas sastra Betawi, berbeda dengan karya sastra daerah lain di Indonesia, terlihat dalam cerita rakyat dan adaptasi epos.

Jakarta, 14 Mei 2024 - Sebuah temuan menarik mengemuka mengenai kekayaan sastra Betawi. Menurut Mamlahatun Buduroh, akademisi dan filolog dari Universitas Indonesia, humor menjadi salah satu ciri khas yang membedakan sastra Betawi dengan karya sastra dari wilayah lain di Indonesia. Unsur humor yang kental dan unik ini tersebar dalam berbagai cerita rakyat dan adaptasi epos yang diwariskan turun-temurun.
Dalam paparannya di Jakarta, Rabu lalu, Buduroh memberikan contoh cerita rakyat Betawi yang penuh dengan kelucuan. Salah satu cerita yang ia sebutkan menggambarkan bagaimana tokoh pewayangan Arjuna dikerjai dengan cara yang jenaka, yaitu dengan meletakkan tali layang-layang di selendangnya. Hal ini menunjukkan bagaimana humor Betawi seringkali muncul dari situasi keseharian dan interaksi sosial masyarakatnya.
Bukan hanya cerita rakyat, adaptasi epos seperti Mahabarata dan Ramayana pun tak luput dari sentuhan humor khas Betawi. Buduroh menjelaskan, dalam versi Betawi, konflik antar tokoh Pandawa dan Kurawa yang selalu bertengkar sejak kecil, diselesaikan dengan cara yang unik dan jenaka. Mereka diminta untuk mengaji agar perselisihan dapat diredakan. Metode penyelesaian konflik ini, menurut Buduroh, merupakan ciri khas yang tidak ditemukan dalam versi cerita dari daerah lain.
Humor dan Keunikan Sastra Betawi
Lebih lanjut, Buduroh menjelaskan bahwa humor dalam sastra Betawi merupakan refleksi dari kehidupan sehari-hari masyarakat Betawi. Contohnya, kisah Semar yang menikmati gulai Betawi di pasar menggambarkan bagaimana kuliner menjadi bagian integral dari budaya dan cerita rakyat Betawi. Penggunaan humor ini tidak sekadar untuk menghibur, tetapi juga untuk menyampaikan pesan moral dan nilai-nilai sosial.
Selain humor, Buduroh juga menyoroti otonomi yang dimiliki oleh para penulis dan penyalin naskah sastra Betawi. Berbeda dengan naskah-naskah istana di keraton yang cenderung mengikuti gaya dan gagasan penguasa, penulis Betawi memiliki kebebasan lebih besar dalam berkreasi dan mengekspresikan diri. Hal ini menghasilkan karya-karya yang lebih beragam dan kaya akan kreativitas individual.
‘Ada tujuan hiburan dari naskah-naskah yang disalin di Betawi dibandingkan dengan naskah-naskah di tempat lain sehingga otonomi penyalin atau penulis di Betawi relatif cair tergantung pada penulis masing-masing,’ jelas Mamlahatun.
Kebebasan kreatif ini juga berkontribusi pada kekayaan genre sastra Betawi. Sebagian besar naskah Betawi berupa syair dan hikayat, yang dipengaruhi oleh berbagai budaya, seperti India, Arab, Eropa, Jawa, Melayu, dan Sunda. Perpaduan budaya inilah yang menghasilkan kekayaan dan keunikan sastra Betawi.
Penulis Betawi dan Karyanya
Sebagai contoh, Muhammad Bakir merupakan salah satu penulis Betawi yang terkenal dengan karya-karyanya yang menarik. Beberapa karya sastranya yang terkenal antara lain 'Hikayat Maharaja Garebeg Jagat', 'Hikayat Nakhoda Asyik', 'Hikayat Merpati Mas dan Merpati Perak', serta 'Hikayat Sultan Taburat II'. Karya-karya ini mencerminkan kekayaan dan keunikan sastra Betawi, yang kaya akan humor, otonomi penulis, dan perpaduan berbagai budaya.
Kesimpulannya, sastra Betawi memiliki kekhasan yang membedakannya dari sastra daerah lain di Indonesia. Unsur humor yang kental, otonomi penulis yang tinggi, dan perpaduan berbagai budaya menghasilkan karya-karya sastra yang kaya, unik, dan menghibur. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengungkap lebih banyak kekayaan dan keunikan sastra Betawi yang masih tersembunyi.