IDAI Minta DPR Mediasi Polemik Mutasi Sepihak Dokter Anak dan Intervensi Kolegium Kesehatan
IDAI meminta DPR untuk memediasi konflik dengan Kemenkes terkait mutasi sepihak dokter anak dan intervensi pemerintah terhadap kolegium kesehatan, yang dinilai mengancam independensi profesi dan pengembangan keilmuan.

Polemik antara Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) terkait mutasi sepihak dokter anak dan intervensi terhadap kolegium kesehatan mencapai titik krusial. IDAI berharap Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dapat menjadi mediator untuk menyelesaikan permasalahan ini yang dinilai mengancam independensi profesi dan pengembangan ilmu kedokteran di Indonesia. Permasalahan ini mencuat setelah sejumlah dokter anak, termasuk dr. Piprim Yanuarso, mantan Ketua Umum IDAI, diberhentikan dari rumah sakit vertikal Kemenkes tanpa prosedur yang jelas.
Menurut Ketua IDAI Sumatera Utara, dr. Rizky Adriansyah, dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI pada Rabu, permasalahan ini bukan sekadar soal mutasi atau undang-undang, melainkan soal intervensi politis Kemenkes terhadap organisasi profesi yang berupaya mempertahankan independensi kolegium kesehatan. Ia menekankan bahwa pencopotan dan pemindahan sejumlah dokter anak erat kaitannya dengan penolakan IDAI terhadap rencana pemerintah untuk mengambil alih pembentukan kolegium dari organisasi profesi. "Saya kira sudah sangat jelas bahwa ini bukan semata soal mutasi atau undang-undang, tetapi soal perilaku politis dari Kemenkes terhadap organisasi profesi yang mempertahankan independensi kolegium," ujar dr. Rizky.
Dr. Rizky menjelaskan lebih lanjut bahwa kebijakan mutasi yang dilakukan Kemenkes, khususnya pemindahan dr. Piprim Yanuarso ke RS Fatmawati yang dinilai tidak memiliki program pendidikan subspesialis, dilakukan tanpa transparansi dan tanpa mempertimbangkan peta kebutuhan pelayanan jantung anak yang telah disusun bersama Kemenkes pada tahun 2022. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak negatif terhadap kualitas pelayanan kesehatan anak di Indonesia. IDAI menegaskan bahwa pembentukan kolegium seharusnya dilakukan oleh kelompok ahli, bukan oleh lembaga negara, karena hal tersebut menyalahi prinsip-prinsip ilmiah yang selama ini dipegang oleh komunitas dokter spesialis. "Kolegium itu amanah organisasi, disepakati melalui kongres nasional. Ini bukan soal melawan negara, tapi memperjuangkan agar keilmuan dikembangkan oleh komunitas akademik, bukan dikendalikan birokrasi," tegasnya.
Intervensi Pemerintah terhadap Kolegium Kesehatan
IDAI menilai intervensi pemerintah terhadap kolegium kesehatan sangat merugikan pengembangan keilmuan di bidang kedokteran anak. Pembentukan kolegium yang seharusnya dilakukan oleh para ahli di bidangnya, kini terancam diambil alih oleh pemerintah. Hal ini dikhawatirkan akan mengurangi kualitas dan independensi dalam pengembangan ilmu kedokteran anak di Indonesia. Proses pembentukan kolegium yang selama ini dilakukan oleh organisasi profesi, telah melalui proses yang panjang dan melibatkan para ahli di bidangnya, sehingga hasilnya lebih kredibel dan relevan dengan kebutuhan perkembangan ilmu kedokteran anak.
Menurut IDAI, independensi kolegium sangat penting untuk menjaga kualitas dan kredibilitas pendidikan dan pelatihan dokter spesialis anak. Intervensi pemerintah dapat menghambat proses pengembangan ilmu dan teknologi di bidang kedokteran anak, yang pada akhirnya akan berdampak pada kualitas pelayanan kesehatan anak di Indonesia. IDAI berharap DPR dapat memahami pentingnya independensi kolegium dan mendukung upaya untuk menjaga agar kolegium tetap berada di bawah kendali organisasi profesi.
Selain itu, IDAI juga menyoroti kurangnya transparansi dalam proses mutasi dokter anak. Mutasi yang dilakukan secara sepihak dan tanpa alasan yang jelas, dinilai dapat mengganggu kinerja dan profesionalisme dokter anak. IDAI berharap pemerintah dapat lebih transparan dan melibatkan organisasi profesi dalam pengambilan keputusan terkait mutasi dokter anak.
Harapan IDAI kepada DPR
IDAI berharap DPR dapat menjadi jembatan komunikasi antara organisasi profesi dan Kemenkes. Mereka meminta DPR untuk mendorong dialog yang konstruktif agar kebijakan kesehatan nasional tidak mengorbankan independensi profesi dan pengembangan keilmuan. "Kami bukan anti-pemerintah. Kami hanya ingin menjaga marwah keilmuan dan profesionalisme dokter di Indonesia," kata dr. Rizky. IDAI berharap DPR dapat mempertimbangkan aspirasi mereka dan membantu menyelesaikan polemik ini demi kemajuan kesehatan anak di Indonesia.
Permasalahan ini menyoroti pentingnya dialog dan kerjasama antara pemerintah dan organisasi profesi dalam pengambilan kebijakan di bidang kesehatan. Kolaborasi yang baik akan menghasilkan kebijakan yang lebih efektif dan berdampak positif bagi masyarakat. Semoga DPR dapat berperan aktif dalam mencari solusi yang terbaik bagi semua pihak.
Dengan adanya mediasi dari DPR, diharapkan akan tercipta solusi yang adil dan bijaksana, sehingga independensi profesi kedokteran dapat tetap terjaga dan pengembangan keilmuan di bidang kedokteran anak dapat terus berlanjut.