Polemik Mutasi Dokter Anak dan Kolegium Kesehatan: Komisi IX DPR Turun Tangan
Komisi IX DPR RI akan membahas polemik mutasi sepihak dokter anak dan dugaan intervensi pemerintah terhadap kolegium kesehatan anak, mencari solusi atas perbedaan tafsir kewenangan.

Komisi IX DPR RI akan membahas polemik mutasi sepihak terhadap sejumlah dokter anak dan dugaan intervensi pemerintah dalam pengambilalihan kolegium kesehatan anak. Pembahasan ini akan dilakukan dalam rapat lanjutan pada 14 Mei 2025, menyusul Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) pada 7 Mei 2025. Permasalahan ini melibatkan perbedaan tafsir kewenangan pembentukan kolegium antara pemerintah dan organisasi profesi, menimbulkan kekhawatiran akan politisasi dan intervensi birokrasi dalam dunia kedokteran.
Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Adian Napitupulu, menjelaskan bahwa inti permasalahan terletak pada perbedaan interpretasi terhadap kewenangan pembentukan kolegium. "Kami hanya membantu merumuskan masalahnya. Kalau ternyata masalahnya ada pada pasal dalam perundang-undangan yang membuka peluang intervensi, bisa saja nanti Komisi IX DPR mempertimbangkan revisi. Tapi yang kami temukan sejauh ini adalah beda tafsir, bukan soal pasal," ujar Adian. Sebagai solusi, Adian menyarankan untuk meminta fatwa kepada Mahkamah Agung (MA) sebagai acuan dalam perumusan kebijakan ke depan, meskipun fatwa tersebut tidak memiliki kekuatan hukum tetap.
Ketua BAM DPR RI, Netty Prasetiyani Heryawan, turut menyoroti dugaan tindakan diskriminatif terhadap dokter yang menyampaikan pendapat kritis. "Menteri Kesehatan (Menkes) itu adalah orang tua bagi seluruh dokter dan tenaga kesehatan. Tidak boleh lagi ada kesewenangan dan perlakuan diskriminatif hanya karena seorang dokter menyampaikan pendapat kritis dalam organisasi," tegas Netty. Komisi IX DPR RI berkomitmen untuk membahas lebih lanjut permasalahan ini dalam rapat kerja lanjutan bersama pihak terkait, termasuk mengundang Ketua Umum IDAI, Dokter Piprim Yanuarso, yang juga terkena dampak mutasi.
Dugaan Intervensi Pemerintah dan Penolakan IDAI
Ketua IDAI Sumatera Utara (Sumut), Rizky Adriansyah, mengungkapkan bahwa mutasi sejumlah dokter anak dari rumah sakit vertikal Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dilakukan secara sepihak dan tidak transparan. Mutasi ini diduga terkait penolakan IDAI terhadap rencana pemerintah untuk mengambil alih pembentukan kolegium dari organisasi profesi. "Kolegium itu amanah organisasi. Ini bukan soal melawan undang-undang, tapi menjaga agar ilmu kedokteran dikembangkan secara independen, bukan dikendalikan birokrasi," jelas Rizky. Ia berharap DPR dapat menjembatani dialog antara organisasi profesi dan pemerintah.
Rizky Adriansyah menekankan pentingnya menjaga independensi keilmuan dalam dunia kedokteran Indonesia. Ia khawatir jika pemerintah mengambil alih pembentukan kolegium, hal ini dapat berdampak negatif terhadap perkembangan ilmu kedokteran yang seharusnya berkembang secara independen dan bebas dari intervensi politik atau birokrasi. Kebebasan akademis dan profesionalisme dalam bidang kedokteran sangat penting untuk memastikan kualitas pelayanan kesehatan yang optimal bagi masyarakat.
Piprim Yanuarso dan jajaran IDAI turut hadir dalam RDPU tersebut, memberikan dukungan terhadap pernyataan Rizky Adriansyah dan menyampaikan keprihatinan atas situasi yang terjadi. Mereka berharap DPR dapat menyelesaikan permasalahan ini dengan adil dan mengedepankan kepentingan pengembangan ilmu kedokteran di Indonesia.
Perbedaan Tafsir dan Jalan Tengah
Perbedaan tafsir mengenai kewenangan pembentukan kolegium antara pemerintah dan organisasi profesi menjadi akar permasalahan. Pemerintah mungkin berargumen memiliki kewenangan berdasarkan regulasi yang ada, sementara IDAI berpegang pada prinsip otonomi profesi dan independensi keilmuan. Komisi IX DPR RI diharapkan dapat menemukan jalan tengah yang dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak.
Usulan meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) merupakan langkah yang bijak untuk mendapatkan interpretasi hukum yang lebih jelas. Meskipun fatwa MA tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, namun dapat menjadi referensi penting dalam merumuskan kebijakan dan solusi yang lebih komprehensif. Hal ini dapat membantu mencegah konflik serupa di masa mendatang.
Komisi IX DPR RI memiliki peran penting dalam menyelesaikan polemik ini. Mereka diharapkan dapat menjadi mediator yang netral dan mencari solusi yang adil bagi semua pihak, dengan tetap mengedepankan kepentingan masyarakat dan pengembangan ilmu kedokteran di Indonesia.
Kesimpulannya, permasalahan mutasi dokter anak dan dugaan intervensi terhadap kolegium kesehatan anak merupakan isu serius yang memerlukan penyelesaian segera. Peran Komisi IX DPR RI sangat krusial dalam mencari solusi yang adil dan bijaksana, menghindari politisasi profesi, dan memastikan independensi keilmuan dalam dunia kedokteran Indonesia tetap terjaga.