Guru Besar FK Unpad Kritik Kebijakan Kemenkes: Pendidikan Dokter Terancam Jadi Alat Kekuasaan!
Guru Besar FK Unpad sampaikan maklumat evaluasi Kemenkes terkait kebijakan pendidikan kedokteran dan layanan kesehatan nasional yang dinilai berpotensi runtuh.

Bandung, 20/5 - Guru Besar dan dosen Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (UNPAD) menyampaikan maklumat yang bertajuk Maklumat Padjajaran. Maklumat ini bertujuan untuk menyelamatkan martabat pendidikan kedokteran dan layanan kesehatan nasional. Selain itu, juga untuk mengevaluasi kebijakan Kementerian Kesehatan di RS Pendidikan Universitas Padjajaran/RSHS Bandung.
Menurut Prof. Dr. Endang Sutedja, arah kebijakan Kemenkes saat ini dinilai mencederai tata kelola sistem pendidikan kedokteran dan pelayanan kesehatan nasional. Bahkan berpotensi meruntuhkan pilar-pilar etik, profesionalisme, dan otonomi keilmuan yang selama ini menjadi dasar keberlangsungan sistem kesehatan yang bermartabat dan berkeadilan. Hal ini disampaikan dalam maklumat yang dibacakan bergantian oleh Prof. Dr. Endang Sutedja dan Prof. Dr. Johanes Cornelius Mose.
"Pendidikan kedokteran bukan hanya proses teknis mencetak tenaga kerja, tetapi adalah tindakan merawat kehidupan, di mana setiap lulusan bukan hanya membawa kompetensi, tetapi juga nurani, tanggung jawab, dan kepercayaan publik," tegas Prof. Dr. Endang Sutedja.
Kemenkes Dinilai Bertindak Melebihi Kewenangan
Prof. Dr. Johanes Cornelius Mose menambahkan bahwa para guru besar menilai Kementerian Kesehatan telah bertindak melebihi kewenangan. Tindakan ini dianggap melampaui batas sebagai pejabat negara yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Pasca penerbitan Undang-Undang No. 17 Tahun 2023, Kementerian Kesehatan dinilai semakin ekspansif dalam mengambil alih fungsi desain dan pengelolaan pendidikan tenaga medis.
Salah satu contohnya adalah pembentukan kolegium tanpa partisipasi organisasi profesi dan universitas. Kemenkes juga melakukan penyederhanaan jalur kompetensi profesi medis melalui pelatihan teknis singkat. Selain itu, penerapan kebijakan Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit (RSPPU) secara unilateral, tanpa kerangka pendidikan tinggi, juga menjadi sorotan.
"Kebijakan pelaksanaan RSPPU yang cenderung sepihak dan mengabaikan ketentuan perundang-undangan menghapus peran universitas sebagai institusi akademik yang sah, melanggar prinsip otonomi ilmiah dan tridarma perguruan tinggi, serta berpotensi merusak mutu pendidikan spesialis dan sistem jaminan mutu pendidikan nasional," jelas Prof. Dr. Johanes Cornelius Mose.
Hilangnya Kesakralan Ilmu dan Pengabdian
Prof. Dr. Endang Sutedja menyoroti bahwa pemerintah secara sepihak melemahkan kolegium, mengintervensi universitas, dan memindahkan proses pendidikan dari ruang akademik ke birokrasi. Tindakan ini dinilai sebagai pelanggaran terhadap etika secara umum dan etika kedokteran. Ia mengutip Max Weber tentang 'Entzauberung' – hilangnya kesakralan ilmu dan pengabdian akibat rasionalitas instrumentalis.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa ketika pemerintah mengubah rumah sakit pendidikan menjadi pusat produksi dan deregulasi kompetensi, tanpa ruang akademik, maka profesi medis tidak lagi menjadi pilar peradaban, melainkan alat sistem kekuasaan dan pasar. "Ini bukan hanya krisis kebijakan, melainkan krisis nilai," tegasnya.
Prof. Dr. Johanes Cornelius Mose menekankan pentingnya komunikasi yang baik antara unsur-unsur yang membentuk sistem pendidikan kesehatan, termasuk Kementerian Kesehatan, Kementerian Dikti Saintek, serta kolegium. Ia menganalogikan unsur-unsur ini seperti tiga dudukan di atas tungku, jika satu hilang maka bejana di atasnya akan tumpah.
Maklumat Padjajaran ini menjadi seruan bagi evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Kementerian Kesehatan. Tujuannya adalah untuk menjaga martabat pendidikan kedokteran dan layanan kesehatan nasional, serta memastikan bahwa profesi medis tetap menjadi pilar peradaban yang bermartabat dan berkeadilan.