Impor Sulawesi Tengah Awal 2025: Bahan Bakar Mineral Dominasi, Tiongkok Penyumbang Terbesar
BPS mencatat impor Sulawesi Tengah di awal 2025 didominasi bahan bakar mineral dari Tiongkok, dengan penurunan nilai impor secara keseluruhan dibandingkan Desember 2024 namun surplus neraca perdagangan.

Badan Pusat Statistik (BPS) Sulawesi Tengah (Sulteng) merilis data impor Januari 2025 yang menunjukkan dominasi bahan bakar mineral dengan nilai mencapai 127,21 juta dolar AS atau 20,65 persen dari total impor. Data ini disampaikan langsung oleh Kepala BPS Sulteng, Simon Sapary, di Palu pada Selasa. Laporan ini mengungkap detail komoditas impor, negara asal, dan pelabuhan utama yang menjadi pintu masuk barang impor ke Sulteng.
Selain bahan bakar mineral, impor Sulteng juga didominasi oleh mesin-mesin/pesawat mekanik (105,33 juta dolar AS atau 17,09 persen) dan besi dan baja (94,80 juta dolar AS atau 15,39 persen). Perubahan signifikan terjadi pada komoditas besi dan baja yang meningkat 132,64 persen dibandingkan Desember 2024, sementara perabot dan penerangan rumah mengalami penurunan hingga 60,14 persen. Data ini memberikan gambaran fluktuasi impor di Sulteng pada awal tahun 2025.
Secara keseluruhan, total nilai impor Sulteng pada Januari 2025 mencapai 616,15 juta dolar AS, menunjukan penurunan sebesar 32,73 persen dibandingkan bulan Desember 2024. Meskipun demikian, neraca perdagangan Sulteng tetap surplus sebesar 1.093,46 juta dolar AS, namun mengalami penurunan 4,70 persen dibandingkan Desember 2024. Namun, jika dibandingkan dengan Januari 2024, nilai neraca perdagangan ini justru meningkat sebesar 29,20 persen.
Analisis Impor Berdasarkan Negara Asal
Empat negara penyumbang impor terbesar ke Sulteng pada Januari 2025 adalah Tiongkok (302,07 juta dolar AS), Afrika Selatan (99,89 juta dolar AS), Federasi Rusia (53,22 juta dolar AS), dan Australia (42,77 juta dolar AS). Dominasi Tiongkok dalam penyediaan barang impor ke Sulawesi Tengah sangat signifikan, menunjukkan ketergantungan ekonomi yang cukup besar terhadap negara tersebut.
Data ini menunjukkan adanya diversifikasi sumber impor, meskipun Tiongkok masih menjadi pemain utama. Peran Afrika Selatan, Federasi Rusia, dan Australia sebagai penyedia barang impor ke Sulawesi Tengah juga patut diperhatikan, menunjukkan adanya upaya untuk mengurangi ketergantungan pada satu negara saja.
Pemerintah daerah perlu memperhatikan tren impor ini untuk merumuskan strategi perdagangan yang lebih efektif dan mengurangi potensi risiko ketergantungan pada negara tertentu. Diversifikasi pasar impor menjadi penting untuk menjaga stabilitas ekonomi daerah.
Distribusi Impor Melalui Pelabuhan
Kabupaten Morowali menjadi pintu gerbang utama masuknya barang impor ke Sulteng pada Januari 2025, dengan nilai impor mencapai 602,36 juta dolar AS atau 97,76 persen dari total impor melalui pelabuhan lain di provinsi tersebut. Hal ini menunjukkan pentingnya peran Pelabuhan Morowali dalam menunjang perekonomian daerah.
Sebaliknya, Pelabuhan Poso mencatat penurunan nilai impor hingga 95 persen dibandingkan tahun 2024. Perbedaan signifikan ini perlu diteliti lebih lanjut untuk mengidentifikasi penyebab penurunan tersebut dan mencari solusi untuk meningkatkan aktivitas pelabuhan.
Pemerintah perlu memperhatikan infrastruktur dan efisiensi operasional di setiap pelabuhan untuk memastikan kelancaran arus barang impor dan mendukung pertumbuhan ekonomi daerah secara merata. Peningkatan infrastruktur dan efisiensi operasional di pelabuhan-pelabuhan selain Morowali sangat penting untuk mengurangi beban Pelabuhan Morowali dan mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah lain.
Kesimpulannya, data impor Sulawesi Tengah Januari 2025 menunjukkan dominasi bahan bakar mineral dan peran penting Tiongkok sebagai negara pemasok utama. Meskipun terjadi penurunan nilai impor secara keseluruhan, neraca perdagangan tetap surplus. Pemerintah perlu memperhatikan distribusi impor melalui pelabuhan dan strategi diversifikasi untuk menjaga stabilitas ekonomi daerah.