Indonesia Kokoh Hadapi Ketegangan China-AS: Fondasi Kemitraan Strategis Jadi Kunci
Mantan Menlu Hassan Wirajuda tegaskan fondasi kemitraan strategis Indonesia dengan China dan AS menjadi kunci bagi Indonesia untuk menghadapi ketegangan global.

Beijing, 20 Februari 2024 - Ketegangan hubungan antara China dan Amerika Serikat (AS) yang meningkat pesat dalam beberapa tahun terakhir, menimbulkan pertanyaan besar bagi negara-negara di dunia. Namun, mantan Menteri Luar Negeri Indonesia, Hassan Wirajuda, meyakini Indonesia memiliki fondasi kuat untuk menghadapi gejolak ini. Pernyataan tersebut disampaikannya kepada ANTARA di Beijing pada Rabu (19/2), menekankan kekuatan hubungan bilateral Indonesia dengan kedua negara adidaya tersebut.
Konflik antara China dan AS meluas ke berbagai bidang, mulai dari ekonomi dan teknologi hingga militer dan geopolitik. Perang dagang yang dimulai pada 2018, diikuti pembatasan terhadap perusahaan teknologi China seperti Huawei dan TikTok oleh AS atas alasan keamanan nasional, menjadi titik awal eskalasi ketegangan ini. Namun, menurut Hassan Wirajuda, Indonesia memiliki ketahanan yang cukup berkat fondasi kemitraan strategis yang kokoh dengan kedua negara tersebut.
Indonesia telah membangun hubungan strategis yang kuat dengan China dan AS. Kemitraan strategis dengan China, yang dimulai pada 2005 dan ditingkatkan menjadi Kemitraan Strategis Komprehensif pada 2013, mencakup berbagai bidang, termasuk kawasan industri terpadu, kelautan dan perikanan, pariwisata, meteorologi dan klimatologi, serta eksplorasi ruang angkasa. Sementara itu, kemitraan strategis dengan AS, yang dimulai pada 2015 dan ditingkatkan menjadi Kemitraan Strategis Komprehensif pada 2023, fokus pada pertahanan, ekonomi, dan transisi energi bersih.
Kemitraan Strategis: Fondasi Hubungan yang Kokoh
Hassan Wirajuda menjelaskan bahwa 'strategic partnership' bukan sekadar hubungan diplomatik biasa. "'Strategic partnership' adalah kesepakatan pada tingkat tinggi untuk memperluas dan memperdalam hubungan kedua negara dalam berbagai aspek," ujarnya. Beliau menekankan bahwa kekuatan hubungan bilateral tidak diukur dari aspek emosional, melainkan dari fondasi yang kuat dan kokoh. Kemitraan strategis dengan China, misalnya, menunjukkan pengakuan China atas kesetaraan Indonesia, karena China hanya menjalin kemitraan strategis dengan negara-negara yang dianggap sangat penting. Hal ini diperkuat dengan adanya 'plan of actions' yang menetapkan target dan cara pencapaiannya dalam jangka waktu lima tahun.
Keberadaan 'plan of actions' ini menunjukkan komitmen nyata kedua negara untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian, hubungan bilateral tidak mudah goyah meskipun terjadi perubahan nuansa politik global. Hal ini sejalan dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif yang dianut Indonesia.
Indonesia memiliki pengalaman panjang dalam menavigasi hubungan internasional yang kompleks, termasuk selama Perang Dingin. "Kita punya pengalaman panjang saat perang dingin tahun 1948 sampai 1990-an. Periode itu lebih panjang dan lebih parah dibanding ketegangan AS dan China saat ini. Tapi Indonesia tetap dapat memainkan peranan penting, melalui pilihan politik luar negeri bebas aktif," kata Hassan. Pengalaman ini menjadi modal berharga bagi Indonesia dalam menghadapi ketegangan China-AS saat ini.
Politik Bebas Aktif: Bukan Netralitas, Melainkan Kepentingan Nasional
Hassan Wirajuda menegaskan bahwa politik bebas aktif bukanlah netralitas. Indonesia selalu memiliki posisi yang didorong oleh kepentingan nasional. "Saya dari dulu berpendapat politik bebas aktif bukan netral. Kita selalu punya posisi yang didikte kepentingan nasional," tegasnya. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia tidak perlu memilih salah satu pihak dalam ketegangan tersebut, tetapi dapat menjaga hubungan baik dengan kedua negara sambil tetap memprioritaskan kepentingan nasional.
Data ekonomi menunjukkan hubungan perdagangan dan investasi yang dinamis antara Indonesia dengan China. Investasi China di Indonesia pada 2024 mencapai 8,1 miliar dolar AS, meningkat dari 7,4 miliar dolar AS pada 2023 (data BKPM/Kementerian Investasi). Total nilai perdagangan Indonesia-China pada 2024 mencapai 135,17 miliar dolar AS, naik 5,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya (data BPS). Meskipun terdapat defisit perdagangan bagi Indonesia pada 2024 sebesar 10,3 miliar dolar AS, hal ini tidak mengurangi kekuatan fondasi kemitraan strategis yang telah terbangun.
Meskipun terdapat defisit perdagangan pada tahun 2024, hal ini tidak mengurangi kekuatan fondasi kemitraan strategis yang telah terbangun antara Indonesia dan China. Indonesia mampu memanfaatkan kemitraan strategis ini untuk menjaga keseimbangan hubungan dengan kedua negara adidaya, memastikan bahwa kepentingan nasional tetap menjadi prioritas utama.
Kesimpulannya, Indonesia memiliki fondasi yang kuat untuk menghadapi ketegangan antara China dan AS. Kemitraan strategis dengan kedua negara, dikombinasikan dengan politik luar negeri bebas aktif yang berfokus pada kepentingan nasional, memungkinkan Indonesia untuk menavigasi dinamika global dengan bijak dan efektif.