Indonesia Manfaatkan Jeda Tarif AS-China untuk Negosiasi Kesepakatan Dagang
Menanggapi jeda tarif 90 hari antara AS dan China, Indonesia berupaya memanfaatkan momentum ini untuk menegosiasikan kesepakatan tarif sendiri dengan AS guna menyeimbangkan defisit perdagangan dan meningkatkan impor komoditas strategis.

Jakarta, 15 Mei 2025 - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa dengan kesepakatan Amerika Serikat (AS) dan China untuk memangkas tarif selama 90 hari, Indonesia akan berupaya mendorong kesepakatan tarif sendiri dengan AS. Hal ini disampaikan langsung oleh beliau di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis lalu.
"Ada jeda 90 hari dengan China. Jadi, kita manfaatkan periode ini untuk bernegosiasi dengan AS," ujar Menko Airlangga. Pernyataan ini menunjukkan langkah proaktif pemerintah Indonesia dalam merespon dinamika perdagangan global yang kompleks.
Lebih lanjut, Menko Airlangga menjelaskan bahwa timnya saat ini sedang mempelajari materi diskusi dan menyiapkan informasi mengenai komoditas strategis yang dibutuhkan selama negosiasi. Langkah persiapan yang matang ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan.
Indonesia Incar Kesepakatan Tarif dengan AS
Dari perspektif makroekonomi, Menko Airlangga menilai jeda sementara selama 90 hari ini tidak dapat dianggap sebagai penurunan ketegangan perdagangan antara AS dan China. Meskipun pasar bereaksi positif terhadap pengumuman ini, pemerintah Indonesia tidak serta-merta mengambil kesimpulan karena kesepakatan ini masih bersifat sementara. Kehati-hatian ini menunjukkan sikap pemerintah yang bijak dalam menghadapi situasi yang dinamis.
Sebelumnya, delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Hartarto telah bertemu dengan Sekretaris Perdagangan AS, Howard Lutnick, pada 20 April 2025, untuk menyampaikan proposal negosiasi tarif. Pertemuan ini merupakan langkah awal yang penting dalam upaya Indonesia untuk memperbaiki hubungan perdagangan dengan AS.
Untuk menyeimbangkan defisit perdagangan AS, Indonesia telah mengajukan tawaran konkret untuk meningkatkan pembelian dan impor beberapa komoditas, termasuk produk energi seperti minyak mentah, gas elpiji (LPG), dan bensin dari AS. Langkah ini menunjukkan komitmen Indonesia untuk meningkatkan kerja sama ekonomi bilateral.
Impor Pertanian Juga Menjadi Fokus Negosiasi
Selain produk energi, Indonesia juga berupaya meningkatkan impor produk pertanian, seperti kedelai dan gandum, dari AS. Diversifikasi impor ini diharapkan dapat memperkuat ketahanan pangan Indonesia dan sekaligus memberikan manfaat bagi petani AS. Indonesia berharap negosiasi ini akan menghasilkan kesepakatan yang saling menguntungkan kedua negara.
Sebelumnya, pada 2 April, Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif "timbal balik" pada beberapa negara, dengan Indonesia dikenakan tarif 32 persen. Pemerintahan Trump juga memberlakukan tarif dasar 10 persen atas impor dari semua negara. Namun, kemudian beliau mengumumkan penundaan selama 90 hari untuk sebagian besar negara, termasuk Indonesia, yang membuka ruang untuk negosiasi.
Indonesia optimis dapat mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak. Negosiasi ini menjadi kesempatan strategis bagi Indonesia untuk memperkuat hubungan ekonomi dengan AS sekaligus mengamankan akses pasar bagi produk-produk ekspor Indonesia. Pemerintah akan terus berupaya untuk mencapai hasil terbaik dalam negosiasi ini.