Inovasi Lingkungan di Desa: Peran Penting Institusi Agama dan Partisipasi Warga
Studi PPIM UIN Jakarta menemukan bahwa inovasi lingkungan di tingkat desa sangat dipengaruhi oleh peran institusi agama, inisiator lokal, dan partisipasi warga yang kuat, seperti terlihat di beberapa desa di Indonesia.
![Inovasi Lingkungan di Desa: Peran Penting Institusi Agama dan Partisipasi Warga](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/11/191713.855-inovasi-lingkungan-di-desa-peran-penting-institusi-agama-dan-partisipasi-warga-1.jpeg)
Jakarta, 11 Februari 2024 - Sebuah studi terbaru dari Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengungkap peran penting institusi agama dalam mendorong inovasi lingkungan di tingkat desa. Riset yang dilakukan di 16 desa di 7 provinsi ini menemukan bahwa keberhasilan pengembangan inovasi lingkungan, atau yang disebut sebagai 'green Muslim', sangat bergantung pada tiga faktor kunci.
Partisipasi Warga: Pilar Utama Inovasi Lingkungan
Koordinator Riset PPIM, Testriono, menjelaskan bahwa partisipasi warga merupakan faktor pertama yang krusial. Keterlibatan aktif masyarakat dalam organisasi atau perkumpulan sosial menjadi indikator penting. Semakin kuat partisipasi warga, semakin besar kemungkinan munculnya inovasi lingkungan. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran kolektif dan kerja sama masyarakat sangat penting dalam upaya pelestarian lingkungan.
Institusi Agama: Penggerak Perubahan Berbasis Nilai
Faktor kedua yang tak kalah penting adalah peran institusi agama. Studi ini menunjukan bagaimana interpretasi ajaran agama (framing) dalam konteks lingkungan hidup sangat berpengaruh. Tokoh agama yang peduli lingkungan dan secara aktif menyampaikan pesan-pesan konservasi dalam ceramah atau dakwahnya berperan sebagai katalis perubahan. Lembaga-lembaga keagamaan juga memiliki peran penting dalam mensosialisasikan dan mengimplementasikan program-program lingkungan.
Riset PPIM menemukan bukti nyata peran santri, madrasah, dan masjid dalam pengembangan inovasi lingkungan di berbagai desa. Lembaga-lembaga ini tidak hanya menjadi tempat pembelajaran, tetapi juga pusat kegiatan yang mendorong aksi nyata dalam pelestarian lingkungan.
Studi Kasus: Keberhasilan Inovasi di Beberapa Desa
Desa Sangurejo (DIY) menjadi contoh sukses kolaborasi antara PKK, majelis taklim, dan kelompok remaja dalam menjalankan inovasi lingkungan seperti sumur biopori, pengelolaan sampah (sedekah sampah), dan penggunaan lampu panel surya. Model serupa ditemukan di Cibunian (Jawa Barat) dengan program hutan wakaf dan keterlibatan siswa madrasah, serta di Sangaji (Maluku Utara) di mana tokoh agama aktif menyampaikan pesan lingkungan dalam pengajian dan ritual keagamaan.
Di Sangaji, dukungan dari tokoh penggerak lokal juga mendorong warga untuk berpartisipasi dalam membangun kolam retensi dan biopori guna mengatasi kekeringan dan intrusi air laut. Keberhasilan ini menunjukkan bagaimana sinergi antara institusi agama, tokoh lokal, dan masyarakat dapat menghasilkan dampak positif yang signifikan.
Interaksi Tiga Variabel: Kunci Keberhasilan
Testriono menyimpulkan bahwa interaksi ketiga variabel—partisipasi warga, institusi agama, dan inisiator lokal—merupakan kunci keberhasilan pengembangan inovasi lingkungan di tingkat desa. Jika salah satu atau seluruh variabel lemah, maka akan sulit untuk menumbuhkan kesadaran dan inovasi lingkungan. Riset ini memberikan wawasan berharga tentang bagaimana peran agama dan partisipasi masyarakat dapat dimaksimalkan untuk mencapai tujuan keberlanjutan lingkungan.
Kesimpulan: Kolaborasi untuk Lingkungan Berkelanjutan
Studi PPIM ini memberikan gambaran yang komprehensif tentang pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak dalam upaya pelestarian lingkungan. Peran institusi agama, partisipasi aktif warga, dan kepemimpinan lokal terbukti sangat krusial dalam mendorong inovasi dan perubahan di tingkat akar rumput. Temuan ini diharapkan dapat menginspirasi pengembangan strategi dan kebijakan yang lebih efektif dalam mencapai pembangunan berkelanjutan yang ramah lingkungan.