Investor Butuh Strategi Adaptif Hadapi Ketidakpastian Global
PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menilai investor perlu strategi adaptif karena ketidakpastian global akibat perang tarif, volatilitas pasar, dan kebijakan moneter yang belum pasti, sehingga diperlukan diversifikasi portofolio investasi.

Jakarta, 12 Maret 2024 - PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) menilai para investor perlu bersiap dengan strategi adaptif untuk menghadapi ketidakpastian global yang meningkat. Ketidakpastian ini dipicu oleh perang tarif, volatilitas pasar finansial, dan kebijakan moneter yang belum menentu. Pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi sorotan utama di tengah tekanan eksternal ini.
Investment Specialist MAMI, Dimas Ardhinugraha, menjelaskan bahwa pemerintah berupaya menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi jangka pendek melalui konsumsi dan keberlanjutan ekonomi jangka panjang melalui investasi. Namun, konsumsi domestik melemah, tercermin dari kontribusinya terhadap PDB Indonesia yang turun dari kisaran 55-58 persen sebelum pandemi menjadi sekitar 54 persen saat ini. Pelemahan ini, sebagian disebabkan oleh pemulihan ekonomi pasca-pandemi yang tidak merata.
Pemerintah telah meluncurkan berbagai kebijakan populis untuk mendorong konsumsi, termasuk program Makan Bergizi Gratis (MBG), kenaikan UMR, kenaikan gaji ASN, dan pembatalan kenaikan PPN. Kebijakan ini diharapkan dapat memberikan suntikan cepat bagi ekonomi, mengingat konsumsi mencapai 74 persen dari pendapatan masyarakat Indonesia. Meskipun demikian, investasi tetap menjadi prioritas jangka panjang untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, dengan target pertumbuhan investasi sebesar 8 persen untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen.
Kebijakan Pemerintah dan Dampaknya terhadap Investasi
Pemerintah membentuk Danantara, sebuah langkah strategis yang diharapkan mampu mengoptimalkan pengelolaan aset negara. Namun, transparansi pengelolaannya masih menjadi pertanyaan. Ketidakpastian global juga berdampak pada pasar keuangan Indonesia. Pasar saham mengalami penurunan tajam, sementara pasar obligasi menunjukkan ketahanan. Stabilitas nilai tukar dan pelonggaran likuiditas dinilai sebagai kunci untuk memulihkan kepercayaan investor. Secara historis, pasar saham cenderung positif saat nilai tukar rupiah stabil atau menguat, dan kondisi likuiditas melonggar.
Pasar obligasi menarik minat investor asing, terutama karena kebijakan Bank Indonesia (BI) yang masih membuka peluang pemangkasan suku bunga. Penurunan imbal hasil Sertifikat Rupiah Bank Indonesia (SRBI) mendorong investor untuk melirik Surat Berharga Negara (SBN). Namun, risiko tetap ada, dipengaruhi oleh dinamika pasar global dan persepsi pasar terhadap kebijakan domestik. Untuk itu, diversifikasi portofolio investasi sangat penting untuk meminimalisir risiko, sambil tetap berinvestasi untuk menangkap potensi pembalikan arah pasar. "Untuk menyikapi kondisi ini, menurut kami investor harus memiliki portofolio investasi yang terdiversifikasi guna meminimalisir tingkat risiko, namun dapat tetap stay invested di pasar untuk menangkap potensi pembalikan arah di pasar," ujar Dimas.
Kebijakan tarif AS juga menjadi tantangan. Tarif 25 persen terhadap baja Indonesia ke AS berdampak langsung yang terbatas (hanya 0,07 persen dari total ekspor), namun risiko tidak langsung dari perlambatan perdagangan global tetap menjadi perhatian. "Saat ini kami menyimpulkan, risiko tarif tetap ada walaupun minim, dan yang harus kita lebih sikapi adalah risiko tidak langsung yang timbul dari potensi penurunan perdagangan global dan permintaan ekspor dari Indonesia, serta kenaikan harga barang-barang impor secara umum," jelas Dimas.
Kebijakan Moneter dan Prospek ke Depan
The Fed diperkirakan akan memangkas suku bunga sebesar 50 basis poin tahun ini, sementara BI akan tetap berhati-hati dalam menurunkan suku bunga, menjaga keseimbangan antara stabilitas nilai tukar dan pertumbuhan ekonomi. MAMI memproyeksikan BI Rate hingga akhir tahun berada di kisaran 5,25-5,50 persen. Kesimpulannya, investor perlu strategi yang adaptif dan portofolio yang terdiversifikasi untuk menghadapi ketidakpastian global yang tinggi. Pemantauan kebijakan pemerintah dan perkembangan ekonomi global sangat penting dalam pengambilan keputusan investasi.
Kondisi ekonomi global yang dinamis menuntut investor untuk selalu waspada dan adaptif. Dengan memahami dinamika pasar dan strategi diversifikasi portofolio, investor dapat meminimalisir risiko dan meraih potensi keuntungan di tengah ketidakpastian.