Jabar Harap KAA 2025 Pacu Kemandirian Asia-Afrika
Peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) 2025 di Jawa Barat diharapkan memotivasi kemandirian ekonomi, sosial, dan budaya di Asia dan Afrika.

Pemerintah Provinsi Jawa Barat berharap peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-70 tahun 2025 akan mendorong kemandirian bangsa-bangsa di Asia dan Afrika. Peringatan KAA yang akan dihadiri perwakilan dari 17 negara Uni Afrika ini diyakini akan menjadi momentum penting untuk mengingat kembali semangat Bandung dan mengaplikasikannya dalam konteks kekinian.
Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, menyatakan bahwa peringatan KAA 2025 di Bandung diharapkan dapat menjadi motivasi bagi negara-negara di Asia dan Afrika untuk mencapai kemandirian di berbagai bidang, termasuk ekonomi, sosial, dan budaya. "Peringatan ini mengenang kembali bahwa Bandung pernah menjadi ibu kota Asia Afrika. Tentu kita harapkan Bandung Spirit ini jadi motivasi bagi bangsa-bangsa di Asia-Afrika soal pentingnya kemandirian, tentu dalam konteks kekinian ya mandiri, merdeka di bidang ekonomi, sosial budaya, dan sebagainya," ujar Herman.
Lebih lanjut, Herman berharap semangat KAA dapat mendorong Kota Bandung untuk berbenah dan meningkatkan kesejahteraan warganya, serta menjadikan Bandung sebagai destinasi wisata yang menarik bagi wisatawan domestik dan mancanegara. Ia menginginkan agar Bandung dapat kembali meraih kejayaannya sebagai "Paris van Java".
Semangat Bandung dan Kemandirian Asia-Afrika
Peringatan KAA 2025, meskipun dilaksanakan secara sederhana karena efisiensi anggaran, diharapkan tetap penuh makna. Pemerintah Provinsi Jawa Barat merencanakan sejumlah kegiatan bermakna, salah satunya adalah "Historical Work", yaitu perjalanan historis dari Hotel Savoy Homan ke Gedung Merdeka bersama para duta besar negara-negara Uni Afrika. Kegiatan ini bertujuan untuk mengenang kembali sejarah KAA dan mengambil spiritnya untuk masa depan.
Herman Suryatman menekankan pentingnya menjaga dan menghidupkan kembali semangat Bandung (Bandung Spirit). Ia berharap semangat tersebut tidak hanya akan menginspirasi Jawa Barat dan Indonesia, tetapi juga bangsa-bangsa di Asia dan Afrika. "Mudah-mudahan Bandung Spirit ini akan menginspirasi Kota Bandung untuk berbenah lebih optimal lagi, masalah sampah, masalah transportasi dan lain sebagainya saya kira banyak PR-nya. Lebih jauh, Bandung Spirit bisa menginspirasi Jawa Barat, menginspirasi Indonesia, dan menginspirasi bangsa-bangsa Asia Afrika," ucapnya.
Peringatan KAA 2025 diharapkan menjadi pengingat pentingnya kerja sama dan solidaritas antar negara di Asia dan Afrika dalam menghadapi tantangan global. Kemandirian ekonomi, sosial, dan budaya menjadi kunci untuk menghadapi tantangan tersebut dan membangun masa depan yang lebih baik.
Konferensi Asia Afrika 1955: Tonggak Sejarah Diplomasi Global
Konferensi Asia Afrika (KAA) yang diselenggarakan di Gedung Merdeka, Bandung, pada 18-24 April 1955, merupakan peristiwa bersejarah yang memiliki dampak signifikan terhadap politik global. Pertemuan ini dihadiri oleh 29 dari 30 negara Asia-Afrika, dengan Afrika Tengah absen karena situasi politik dalam negeri yang tidak stabil. KAA dipimpin oleh Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo dan dibuka oleh Presiden Soekarno.
Gagasan penyelenggaraan KAA muncul setelah Konferensi Kolombo pada tahun 1954. Meskipun beberapa negara awalnya ragu, akhirnya mereka sepakat untuk mengadakan pertemuan tersebut sebagai upaya meredakan ketegangan di tengah Perang Dingin. Indonesia memainkan peran penting dalam penyelenggaraan KAA, yang menjadi tonggak penting dalam sejarah diplomasi global.
Tujuan utama KAA adalah untuk memajukan kerja sama antarbangsa, membahas isu-isu ekonomi, sosial, dan budaya, mencari solusi untuk masalah kedaulatan nasionalisme dan kolonialisme, serta memperkuat posisi Asia-Afrika dalam upaya perdamaian dunia. Hasil KAA berupa 'Dasasila Bandung' atau 'The Ten Principles', yang menekankan prinsip-prinsip hak asasi manusia, kedaulatan bangsa, dan perdamaian dunia.
Warisan KAA dan Tantangan Masa Kini
KAA 1955 menghasilkan 'Dasasila Bandung', sebuah deklarasi yang menjadi landasan bagi kerja sama internasional dan menegaskan pentingnya kemerdekaan, kedaulatan, dan kerja sama antar negara. Dasasila Bandung juga dianggap sebagai penanda berakhirnya era penjajahan dan kekerasan, serta memicu perubahan dalam struktur badan internasional seperti PBB.
Dalam konteks ekonomi global, KAA menekankan pentingnya negara-negara berkembang untuk saling membantu dan mengurangi ketergantungan pada negara-negara maju. Komunike akhir KAA menyoroti pentingnya bantuan teknis antar negara berkembang, pertukaran pengetahuan dan teknologi, serta pembentukan lembaga pelatihan dan penelitian regional. Semangat ini perlu dihidupkan kembali dalam menghadapi tantangan global saat ini.
Peringatan KAA 2025 diharapkan dapat menginspirasi negara-negara di Asia dan Afrika untuk memperkuat kerja sama dan kemandirian dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, ketidaksetaraan ekonomi, dan konflik. Semangat Bandung yang menekankan perdamaian, kerja sama, dan kemandirian tetap relevan hingga saat ini.
Dengan mengenang kembali sejarah dan semangat KAA, diharapkan negara-negara di Asia dan Afrika dapat bekerja sama untuk menciptakan masa depan yang lebih baik dan sejahtera bagi seluruh rakyatnya. KAA 2025 bukan hanya sekadar peringatan, tetapi juga momentum untuk memperkuat komitmen terhadap perdamaian, kerja sama, dan kemandirian.