Warisan KAA: Semangat Bandung dalam Norma Politik Internasional
Dewan Pakar BPIP, Darmansjah Djumala, menyebut Semangat Bandung sebagai warisan Indonesia dalam norma politik internasional, menginspirasi kemerdekaan dan perdamaian dunia.
Dewan Pakar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Bidang Strategi Hubungan Luar Negeri, Darmansjah Djumala, menyatakan bahwa Semangat Bandung, yang tertuang dalam sepuluh prinsip dasar politik luar negeri (Dasasila Bandung), merupakan warisan penting Indonesia dalam membentuk norma hubungan politik antarbangsa. Pernyataan ini disampaikan dalam siaran pers yang diterima di Pangkalpinang, Kepulauan Bangka Belitung, pada Sabtu, 26 April 2025. Acara tersebut, bertajuk "Konferensi Asia Afrika (KAA): Peran Indonesia Membangun Perdamaian Dunia dengan Ideologi Pancasila", diselenggarakan BPIP untuk memperingati 70 tahun KAA.
Sebagai penggagas dan tuan rumah Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada April 1955, Indonesia telah menorehkan sejarah dalam pergaulan internasional. Menurut Djumala, yang pernah menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Austria dan PBB di Wina, KAA diinisiasi oleh Indonesia untuk menyatukan negara-negara Asia dan Afrika yang baru merdeka atau masih terjajah. Inisiatif ini muncul di tengah Perang Dingin, di mana negara-negara berkembang rentan terpengaruh oleh blok Barat (AS) dan blok Timur (Uni Soviet).
Indonesia, melalui KAA, berupaya mempersatukan negara-negara berkembang untuk menghadapi rivalitas dua kekuatan besar tersebut. Hasilnya, KAA merumuskan prinsip-prinsip dasar dalam politik internasional, antara lain: menghormati kedaulatan negara, non-intervensi dalam urusan dalam negeri, dan menciptakan perdamaian. Ketiga prinsip ini, menurut Djumala, selaras dengan nilai-nilai Pancasila, khususnya kemanusiaan, persatuan, dan keadilan sosial.
Semangat Bandung dan Gerakan Non-Blok
Ketiga prinsip hasil KAA tersebut menjadi dasar bagi lima pemimpin negara berkembang (Josip Broz Tito dari Yugoslavia, Jawaharlal Nehru dari India, Gamal Abdel Nasser dari Mesir, Sukarno dari Indonesia, dan Kwame Nkrumah dari Ghana) untuk membentuk Gerakan Non-Blok. Gerakan ini bertujuan melawan kolonialisme, menolak memihak pada kekuatan blok ideologis, dan menciptakan perdamaian melalui kerja sama antarnegara berkembang. KAA, menurut Djumala, telah menginspirasi banyak negara di Asia dan Afrika untuk merdeka dari penjajahan; setidaknya 25 negara berhasil lepas dari belenggu kolonialisme setelah KAA.
Namun, warisan KAA bagi Indonesia tidak hanya sebatas menginspirasi kemerdekaan. Nilai dan norma yang terkandung dalam Dasasila Bandung, khususnya prinsip kemerdekaan, kemandirian, non-intervensi, dan perdamaian, tetap relevan hingga saat ini. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran Indonesia dalam membentuk tatanan dunia yang lebih adil dan damai.
Lebih lanjut, Djumala menekankan bahwa "Tapi yang lebih penting lagi adalah hingga sekarang nilai dan norma yang terkandung dalam Dasasila Bandung masih tetap relevan dengan situasi dunia saat ini, terutama dalam hal prinsip kemerdekaan, kemandirian, kemerdekaan, non-intervention dan perdamaian." Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya Semangat Bandung sebagai pedoman dalam hubungan internasional.
Konteks KAA dan Relevansi Nilai Pancasila
Konferensi Asia Afrika (KAA) diselenggarakan dalam konteks Perang Dingin, di mana dunia terbagi menjadi dua blok ideologi yang saling berseteru. Indonesia, sebagai negara yang baru merdeka, berupaya untuk menjaga kemerdekaan dan kedaulatannya di tengah persaingan tersebut. KAA menjadi wadah bagi negara-negara berkembang untuk bersatu dan memperjuangkan kepentingan bersama. Nilai-nilai Pancasila, khususnya sila kedua (kemanusiaan yang adil dan beradab) dan sila kelima (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia), menjadi landasan bagi Indonesia dalam memperjuangkan perdamaian dan kerja sama internasional.
Dasasila Bandung, hasil dari KAA, merupakan manifestasi dari nilai-nilai tersebut dalam konteks hubungan internasional. Prinsip-prinsip seperti penghormatan terhadap kedaulatan negara, non-intervensi, dan penyelesaian perselisihan secara damai, mencerminkan komitmen Indonesia terhadap perdamaian dan kerja sama global. Hal ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Pancasila tidak hanya relevan dalam konteks domestik, tetapi juga dalam konteks internasional.
Acara peringatan 70 tahun KAA yang diselenggarakan BPIP diikuti lebih dari 500 peserta dari berbagai daerah di Indonesia, termasuk staf Kesbangpol Pemda dan alumni Paskibraka. Hal ini menunjukkan tingginya minat dan kesadaran masyarakat Indonesia terhadap sejarah dan warisan KAA.
Sebagai penutup, dapat disimpulkan bahwa KAA dan Semangat Bandung merupakan warisan berharga Indonesia bagi dunia. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya tetap relevan dan dapat menjadi pedoman bagi negara-negara berkembang dalam membangun perdamaian dan kerja sama internasional.