Jaksa Agung Minta Sosialisasi Perbedaan Peran Jaksa dan Hakim
Jaksa Agung meminta jajarannya menyosialisasikan perbedaan peran jaksa dan hakim kepada masyarakat menyusul vonis ringan beberapa terdakwa korupsi, guna menghindari kesalahpahaman publik.
![Jaksa Agung Minta Sosialisasi Perbedaan Peran Jaksa dan Hakim](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/05/220144.042-jaksa-agung-minta-sosialisasi-perbedaan-peran-jaksa-dan-hakim-1.jpg)
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin baru-baru ini meminta jajaran Kejaksaan RI, khususnya bidang intelijen, untuk meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat mengenai perbedaan peran jaksa dan hakim. Permintaan ini muncul setelah adanya reaksi publik terkait vonis beberapa terdakwa kasus korupsi yang dinilai terlalu ringan.
Kesalahpahaman Publik Mengenai Peran Jaksa dan Hakim
Dalam sebuah pernyataan di Gedung Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Burhanuddin mengungkapkan bahwa masyarakat seringkali menyalahkan jaksa atas putusan pengadilan yang dianggap tidak sesuai harapan. Ia mencontohkan kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah PT Timah Tbk. tahun 2015-2022, di mana masyarakat mengkritik jaksa atas vonis yang relatif rendah. "Jujur, pada beberapa kasus-kasus yang sedikit melukai hati masyarakat, tetapi yang disayangkan (masyarakat menyebut, red.) 'oh jaksanya, jaksanya'," ujarnya. Burhanuddin menekankan bahwa kewenangan menjatuhkan vonis sepenuhnya berada di tangan hakim, bukan jaksa. Jaksa bertugas menuntut, sedangkan hakim yang memutus.
Oleh karena itu, sosialisasi yang gencar mengenai perbedaan peran kedua profesi hukum ini sangat penting untuk mencegah kesalahpahaman di masyarakat. Burhanuddin menginstruksikan jajarannya, terutama di daerah, untuk menjelaskan secara rinci perbedaan tugas dan wewenang jaksa dan hakim. "Tolong teman-teman kalau di daerah, disosialisasikan bahwa yang menuntut adalah jaksa, yang memutus adalah hakim. Tolong teman-teman dari intel sosialisasi tentang kewenangan. Walaupun ini sangat mendasar, 'kan masyarakat tidak tahu," tegasnya.
Klarifikasi Kasus Korupsi Timah
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum), Asep Nana Mulyana, memberikan klarifikasi terkait kasus korupsi timah. Ia memastikan bahwa Kejaksaan telah menjalankan tugasnya sesuai hukum, mulai dari tahap penyidikan hingga penuntutan. "Tadi yang disebutkan kasus timah, 'kan sebenarnya bukan ranah kami. Itu ranah daripada pengadilan yang sudah memutus seperti itu. Kami di kejaksaan tentu telah melakukan tugas-tugas kami dalam konteks penyidikan hingga pelaksanaan tuntutan," jelasnya. Pernyataan ini menegaskan bahwa Kejaksaan telah menjalankan tugasnya secara profesional dan sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Vonis Terhadap Harvey Moeis
Salah satu contoh kasus yang memicu reaksi publik adalah vonis terhadap Harvey Moeis, perpanjangan tangan PT Refined Bangka Tin (RBT). Ia divonis 6 tahun 6 bulan penjara, denda Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara, dan uang pengganti Rp210 miliar subsider 2 tahun penjara. Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntut 12 tahun penjara, denda Rp1 miliar subsider 1 tahun kurungan, dan uang pengganti Rp210 miliar subsider 6 tahun penjara. Perbedaan antara tuntutan dan vonis ini menjadi salah satu pemicu munculnya beragam reaksi dan diskusi di masyarakat.
Pentingnya Literasi Hukum
Kasus ini menyoroti pentingnya literasi hukum di tengah masyarakat. Masyarakat perlu memahami alur proses hukum, peran masing-masing lembaga penegak hukum, dan perbedaan antara tuntutan dan vonis. Dengan pemahaman yang baik, diharapkan masyarakat dapat lebih bijak dalam memberikan penilaian dan menghindari kesalahpahaman terhadap kinerja lembaga penegak hukum.
Kesimpulan
Sosialisasi yang dilakukan Kejaksaan Agung diharapkan dapat meningkatkan pemahaman publik mengenai sistem peradilan di Indonesia. Dengan demikian, diharapkan dapat tercipta kesadaran dan apresiasi yang lebih baik terhadap peran jaksa dan hakim dalam menegakkan hukum.