KPK Tegaskan: Pengembalian Uang Korupsi Bupati Pati Tidak Hapus Pidana, Proses Hukum Terus Berjalan
Meskipun Bupati Pati telah mengembalikan uang, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa pengembalian uang korupsi tidak menghapus pidana. Simak penjelasannya!

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan bahwa tindakan pengembalian uang oleh Bupati Pati, Jawa Tengah, Sudewo, tidak serta-merta menghapus unsur pidana dalam kasus dugaan suap. Pernyataan ini disampaikan oleh Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, pada Kamis (14/8) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Penegasan tersebut berkaitan dengan dugaan suap pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan. Kasus ini telah menyeret nama Sudewo dalam persidangan sebelumnya, memicu pertanyaan tentang implikasi pengembalian dana.
KPK mendasarkan pernyataan ini pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana.
Dasar Hukum dan Penegasan KPK
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, secara lugas menjelaskan posisi lembaga antirasuah terkait pengembalian uang korupsi. Menurutnya, tindakan pengembalian kerugian keuangan negara tidak dapat menjadi alasan untuk menghapus pidana yang telah dilakukan.
Penegasan ini bukan tanpa dasar hukum, melainkan merujuk pada ketentuan yang jelas dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 4 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 secara eksplisit mengatur hal tersebut.
Bunyi Pasal 4 tersebut sangat gamblang: “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.” Oleh karena itu, KPK meminta publik untuk menunggu proses hukum selanjutnya, termasuk pemanggilan terhadap mantan anggota DPR RI tersebut.
Kronologi Kasus dan Keterlibatan Bupati Pati
Nama Sudewo, Bupati Pati, pertama kali mencuat dalam persidangan kasus dugaan suap DJKA Kemenhub pada 9 November 2023. Sidang tersebut menghadirkan terdakwa Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah, Putu Sumarjaya, dan Pejabat Pembuat Komitmen BTP Jawa Bagian Tengah, Bernard Hasibuan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang.
Dalam persidangan itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) disebut-sebut telah menyita uang sekitar Rp3 miliar dari Sudewo. Jaksa Penuntut Umum KPK bahkan menunjukkan barang bukti berupa foto uang tunai dalam pecahan rupiah dan mata uang asing yang disita dari kediaman Sudewo.
Meskipun demikian, Sudewo membantah keras tudingan tersebut, termasuk tuduhan menerima uang Rp720 juta dari pegawai PT Istana Putra Agung. Ia juga menolak klaim penerimaan Rp500 juta dari Bernard Hasibuan melalui stafnya, Nur Widayat.
Perkembangan Penanganan Kasus DJKA
Kasus dugaan korupsi di lingkungan DJKA Kementerian Perhubungan ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 11 April 2023. OTT tersebut menyasar Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Wilayah Jawa Bagian Tengah DJKA Kemenhub, yang kini telah berganti nama menjadi BTP Kelas I Semarang.
Setelah OTT, KPK segera menetapkan 10 orang tersangka dan langsung melakukan penahanan terkait proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur rel kereta api di berbagai wilayah. Wilayah yang dimaksud meliputi Jawa, Sumatera, dan Sulawesi, menunjukkan skala kasus yang luas. KPK juga telah menahan tersangka ke-15 kasus tersebut, yakni aparatur sipil negara (ASN) di Kemenhub atas nama Risna Sutriyanto (RS).
Seiring berjalannya waktu, jumlah tersangka dalam kasus ini terus bertambah, mencapai 14 orang. Selain itu, KPK juga telah menetapkan dua korporasi sebagai tersangka, menandakan kompleksitas dan jaringan kasus yang melibatkan berbagai pihak.
Proyek-proyek yang diduga menjadi objek tindak pidana korupsi ini mencakup pembangunan jalur kereta api ganda Solo Balapan-Kadipiro-Kalioso, proyek di Makassar, serta empat proyek konstruksi dan dua proyek supervisi di Lampegan Cianjur. Termasuk juga proyek perbaikan perlintasan sebidang di Jawa-Sumatera. Diduga kuat terjadi pengaturan pemenang pelaksana proyek melalui rekayasa sejak proses administrasi hingga penentuan tender.