Jejak Tak Terduga: Museum NTB Telisik Peran Vital Jembatan Kolonial Lombok dalam Irigasi dan Transportasi
Museum NTB mengungkap peran krusial Jembatan Kolonial Lombok di Gerung yang dibangun Belanda pada 1935, tak hanya sebagai penghubung, tapi juga solusi irigasi canggih.

Museum Negeri Nusa Tenggara Barat (NTB) baru-baru ini melakukan kunjungan penting ke situs cagar budaya Jembatan Kolonial Lombok. Jembatan gantung bersejarah ini terletak di atas Sungai Dodokan Gerung, Kecamatan Gerung, Kabupaten Lombok Barat.
Kunjungan yang dilaksanakan pada Rabu, 23 Juli, ini bertujuan untuk menilik lebih dalam peran krusial jembatan tersebut. Fokus utama adalah kontribusinya terhadap sektor transportasi dan pertanian masyarakat setempat sejak era kolonial.
Kepala Museum NTB, Ahmad Nuralam, menegaskan bahwa penelusuran ini untuk menunjukkan jejak Belanda di Lombok. Jembatan ini, yang dicat kuning dan biru, menghubungkan Desa Kebon Ayu dengan Desa Jembatan Gantung.
Sejarah dan Fungsi Jembatan Kolonial Lombok
Berdasarkan buku "Profil Cagar Budaya Lombok Barat" terbitan tahun 2012, Jembatan Kolonial Lombok ini memiliki sejarah panjang. Jembatan ini dibangun pada tahun 1935 dan diresmikan tiga tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1938, oleh Pemerintah Hindia Belanda.
Tujuan utama pembangunan jembatan ini adalah sebagai sarana vital untuk transportasi dan irigasi. Keberadaan jembatan ini sangat penting untuk mendukung mobilitas penduduk dan distribusi hasil pertanian di wilayah tersebut.
Salah satu fitur unik dari Jembatan Kolonial Lombok adalah adanya gorong-gorong atau pipa terbuka di bagian bawahnya. Pipa-pipa ini berfungsi sebagai saluran air irigasi yang terbuat dari besi. Saluran ini merupakan jalur utama untuk mengairi wilayah Lembar dan sekitarnya.
Dengan adanya sistem irigasi ini, lahan pertanian di area tersebut tidak lagi bergantung sepenuhnya pada air hujan. Ini menunjukkan perencanaan yang matang dari pihak kolonial untuk mendukung sektor pertanian di Lombok Barat.
Inovasi Teknologi Pengairan Era Kolonial
Ahmad Nuralam menyoroti kecanggihan teknologi yang diterapkan oleh kolonial pada masa itu. Mereka berhasil mengombinasikan sarana transportasi dengan sarana irigasi secara bersamaan dalam satu struktur. Ini menunjukkan tingkat keterampilan yang tinggi dalam bidang rekayasa.
Menurut Nuralam, kapasitas keilmuan Belanda dalam teknologi pengairan dan tata kelola air memang sudah unggul. Jembatan ini menjadi bukti nyata dari keunggulan tersebut. Hal ini patut menjadi pelajaran berharga bagi generasi sekarang.
Kesungguhan Belanda dalam mengatur hal-hal yang berkaitan dengan sektor pertanian melalui infrastruktur ini sangat menginspirasi. Jembatan Kolonial Lombok adalah contoh bagaimana perencanaan infrastruktur bisa mendukung ketahanan pangan.
Jembatan Gantung Dodokan Gerung dibangun di atas lahan seluas 3.719 meter persegi. Berikut adalah detail dimensi dari Jembatan Kolonial Lombok:
- Panjang jembatan: 80,5 meter
- Lebar jembatan: 4,2 meter
- Tinggi jembatan: 40,5 meter
- Tinggi tiang: 8,5 meter
- Kedalaman tiang: 22 meter
- Panjang tali penyangga: 22,5 meter
- Jumlah tali penyangga tiang: 16 buah
- Panjang tali penyangga keseluruhan: 100 meter
- Jumlah tali penyangga jembatan: 46 buah
Relevansi Jembatan Kolonial Lombok dengan Ketahanan Pangan Nasional
Nuralam lebih lanjut menyampaikan bahwa isu ketahanan pangan adalah program nasional penting saat ini. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, pemerintah Indonesia sangat fokus pada penguatan sektor ini. Oleh karena itu, infrastruktur pengairan yang memadai sangat dibutuhkan.
Misi ketahanan pangan nasional akan sulit terwujud tanpa dukungan infrastruktur yang kokoh. Jembatan Kolonial Lombok menjadi contoh bagaimana infrastruktur dapat berperan langsung dalam mendukung produksi pangan.
Sejarah menunjukkan bahwa sektor pertanian telah menjadi sektor unggulan di Indonesia sejak zaman dahulu kala. Nuralam menekankan pentingnya untuk tidak meninggalkan sektor ini. Investasi dalam infrastruktur pertanian adalah kunci masa depan.