Kasus Korupsi Pasar Inpres Bengkulu: 6 Terdakwa Dituntut Hukuman Penjara
Enam terdakwa kasus korupsi Pasar Inpres Bintuhan, Kaur, Bengkulu, dituntut hukuman penjara dan denda dengan total kerugian negara mencapai Rp2,6 miliar; satu terdakwa lainnya dituntut hukuman lebih ringan.
Sidang kasus korupsi Pasar Inpres Bintuhan, Kabupaten Kaur, Bengkulu, mencapai babak baru. Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kaur menuntut enam terdakwa dengan hukuman penjara yang bervariasi. Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Tipikor Kota Bengkulu, Senin, 20 Februari 2023, ini menarik perhatian publik karena total kerugian negara yang signifikan.
Siapa saja yang dituntut? Keenam terdakwa terdiri dari mantan Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Agusman Efendi, Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) Pandariadmo, Direktur Umum CV SYB Melden Efendi, Soudarmadi Agus Cik (peminjam perusahaan CV SUB), anggota Pokja UKPBJ Thavib Setiawan, dan Indrayoto (peminjam perusahaan CV TJK). Mereka dituntut hukuman 3,6 tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan penjara.
Bagaimana kasus ini terjadi? Menurut JPU Bobby Muhammad Ali Akbar, terdakwa Wakil Direktur CV TP dan konsultan perencana, Rustam Effendi, dituntut lebih ringan, yaitu 1,6 tahun penjara, dengan denda yang sama. Ke tujuh terdakwa didakwa melanggar pasal 3 junto pasal 18 Undang-undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Mengapa tuntutan berbeda? Perbedaan hukuman, menurut JPU, mempertimbangkan kerugian negara yang mencapai Rp2,6 miliar, dengan pengembalian dana baru sebesar Rp673 juta. Selain itu, terdapat unsur pengayaan diri sendiri dan aliran dana ke beberapa pihak. Lebih lanjut, ahli konstruksi menyatakan bangunan Pasar Inpres tersebut mengalami gagal konstruksi.
Bagaimana proses pembangunan Pasar Inpres? Proses pembangunan Pasar Inpres, dari tahap perencanaan hingga penyelesaian, diwarnai dugaan penyimpangan yang merugikan keuangan negara. Anggaran sebesar Rp2,7 miliar, diduga digunakan secara tidak efisien, sehingga berujung pada pembangunan yang gagal dan merugikan negara sebesar Rp2,6 miliar.
Apa kesimpulannya? Para terdakwa terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi, menyebabkan kerugian negara yang cukup besar dan gagal konstruksi bangunan Pasar Inpres. Besaran tuntutan yang beragam mencerminkan pertimbangan JPU terhadap peran masing-masing terdakwa dan jumlah uang yang dikembalikan.
Ke depan, publik berharap proses hukum terus berjalan transparan dan adil, memastikan keadilan bagi negara dan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat dalam pengelolaan keuangan negara untuk mencegah kerugian serupa di masa mendatang.