Kejagung Resmi Terima Salinan Keppres Abolisi Tom Lembong dari Menkum: Proses Hukum Dihentikan
Kejaksaan Agung telah menerima salinan Keppres abolisi Tom Lembong dari Menkum, menghentikan seluruh proses hukumnya. Mengapa keputusan ini begitu cepat?

Kejaksaan Agung (Kejagung) secara resmi telah menerima salinan Keputusan Presiden (Keppres) mengenai abolisi bagi Thomas Trikasih Lembong, atau yang akrab disapa Tom Lembong. Penyerahan dokumen penting ini dilakukan langsung oleh Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas di Gedung Utama Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, pada Jumat malam.
Direktur Penuntutan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Sutikno, menjelaskan bahwa Keppres Nomor 18 Tahun 2025 ini secara spesifik ditujukan hanya untuk Tom Lembong. Dokumen tersebut secara tegas menyatakan bahwa segala proses hukum dan akibat hukum yang melekat pada kasus Tom Lembong ditiadakan. Ini menandai titik balik signifikan dalam perjalanan hukum mantan Menteri Perdagangan tersebut.
Dengan diterimanya Keppres abolisi ini, pihak Kejaksaan Agung akan segera berkoordinasi dengan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Pusat, mengingat administrasi penahanan Tom Lembong berada di bawah yurisdiksi kejari tersebut. Sutikno memastikan bahwa proses administrasi akan segera dijalankan agar Tom Lembong dapat segera bebas dari Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, Jakarta Timur, pada malam yang sama.
Penerimaan Keppres Abolisi dan Dampaknya
Penyerahan Keppres abolisi Tom Lembong menjadi sorotan utama dalam penegakan hukum di Indonesia. Kedatangan Menkum Supratman Andi Agtas ke Kejagung pada pukul 19.30 WIB menunjukkan urgensi dan prioritas pemerintah dalam menindaklanjuti keputusan ini. Proses serah terima dokumen dilakukan dengan cepat, menunjukkan koordinasi yang efektif antara lembaga eksekutif dan yudikatif.
Sutikno menegaskan bahwa inti dari Keppres ini sangat sederhana namun memiliki implikasi besar: semua proses dan konsekuensi hukum yang terkait dengan Tom Lembong dihentikan. Hal ini berarti bahwa vonis pidana yang sebelumnya dijatuhkan kepadanya tidak lagi berlaku. Keputusan ini secara langsung membatalkan hukuman yang telah ditetapkan.
Langkah selanjutnya adalah memastikan implementasi Keppres ini di tingkat operasional. Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang berada di bawah kendali Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Pusat akan bertanggung jawab penuh dalam melaksanakan keputusan ini. Kecepatan eksekusi menjadi kunci, dengan harapan Tom Lembong dapat segera menghirup udara bebas setelah melalui proses hukum yang panjang.
Latar Belakang dan Proses Pengajuan Abolisi
Pemberian abolisi kepada Tom Lembong tidak terjadi begitu saja, melainkan melalui serangkaian proses yang melibatkan lembaga legislatif dan eksekutif. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia telah memberikan persetujuan terhadap permohonan abolisi yang diajukan oleh Presiden Prabowo Subianto. Persetujuan ini tertuang dalam Surat Presiden Nomor R.43/PRES/07/2025 tanggal 30 Juli 2025, yang meminta pertimbangan DPR.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengonfirmasi bahwa DPR telah menelaah dan menyetujui permohonan tersebut, menandakan adanya konsensus politik terhadap keputusan abolisi ini. Proses ini menunjukkan adanya checks and balances dalam sistem pemerintahan, di mana keputusan penting seperti abolisi memerlukan persetujuan dari berbagai pihak terkait.
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengungkapkan bahwa inisiatif pengajuan abolisi ini berasal dari dirinya sendiri. Ia secara pribadi menandatangani surat permohonan kepada Presiden Prabowo untuk pemberian amnesti dan abolisi. Hal ini menunjukkan peran aktif Kementerian Hukum dalam mengidentifikasi kasus-kasus yang layak mendapatkan pertimbangan khusus dari Presiden.
Implikasi Hukum Abolisi Tom Lembong
Supratman menjelaskan bahwa dengan diterbitkannya Keppres abolisi, seluruh proses hukum yang sedang berjalan terhadap Tom Lembong secara otomatis dihentikan. Ini mencakup semua tahapan, mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan, hingga eksekusi vonis. Keputusan Presiden ini memiliki kekuatan hukum yang mengikat dan membatalkan status hukum sebelumnya.
Sebelumnya, Tom Lembong divonis pidana 4 tahun dan 6 bulan penjara terkait kasus dugaan korupsi importasi gula di Kementerian Perdagangan pada tahun 2015–2016. Vonis ini merupakan hasil dari proses peradilan yang panjang dan kompleks. Namun, dengan adanya abolisi, hukuman tersebut kini tidak lagi berlaku, dan Tom Lembong dinyatakan bebas dari segala tuntutan hukum terkait kasus tersebut.
Pemberian abolisi ini menjadi preseden penting dalam sistem hukum Indonesia, menunjukkan bahwa Presiden memiliki kewenangan untuk menghentikan proses hukum dalam kasus-kasus tertentu, setelah mendapatkan pertimbangan dari DPR. Keputusan ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi Tom Lembong dan mengakhiri spekulasi publik mengenai status hukumnya.