Kejagung Telusuri Kerugian Negara dalam Kasus Kepailitan Sritex: Utang Rp29,8 Triliun Diperiksa
Kejaksaan Agung mengkaji indikasi kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi pemberian kredit kepada PT Sritex yang dinyatakan pailit dengan total utang mencapai Rp29,8 triliun.

Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut dugaan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara terkait pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex). Kasus ini mencuat setelah Sritex dinyatakan pailit pada Oktober 2024 dan menghentikan seluruh operasionalnya pada 1 Maret 2025, meninggalkan total utang yang mencapai angka fantastis: Rp29,8 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa tim penyidik sedang mengumpulkan bukti dan keterangan untuk mengkaji indikasi kerugian negara. "Kita harap, tentu dari berbagai keterangan, akan dikaji apakah ada fakta hukum terkait dengan dugaan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan jabatan dan seterusnya yang terindikasi merugikan keuangan negara," ujar Harli dalam keterangannya di Jakarta.
Proses pengumpulan bukti ini difokuskan pada aspek perbuatan melawan hukum terkait pemberian kredit kepada Sritex. Penyidik juga akan menyelidiki kondisi keuangan Sritex saat kredit diberikan, apakah masih sehat atau sudah menunjukkan tanda-tanda kesulitan keuangan. "Kapan misalnya proses pemberian kredit itu dilakukan? Misalnya apakah pada saat PT Sritex ini masih kondisi keuangannya baik? Atau sudah kondisi keuangannya tidak baik? Inilah yang menjadi hal yang harus digali oleh penyidik," jelas Harli.
Dugaan Korupsi dan Pemberian Kredit
Penyidikan yang dilakukan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) masih bersifat umum, fokus pada pencarian bukti-bukti perbuatan melawan hukum. Sejumlah saksi, termasuk pihak bank yang memberikan kredit, telah dan akan diperiksa untuk mengungkap kronologi dan detail transaksi kredit.
Proses pemeriksaan saksi bertujuan untuk mengungkap apakah ada indikasi penyimpangan dalam proses pemberian kredit yang merugikan negara. Kejagung akan menelusuri apakah ada unsur kesengajaan atau kelalaian yang menyebabkan kerugian keuangan negara akibat pemberian kredit tersebut.
Bukti-bukti yang dikumpulkan akan menjadi dasar bagi penyidik untuk merumuskan kesimpulan dan menentukan langkah hukum selanjutnya. Proses ini membutuhkan waktu dan ketelitian untuk memastikan keakuratan dan kelengkapan data.
Daftar Kreditur dan Total Utang Sritex
Kepailitan Sritex meninggalkan jejak utang yang sangat besar. Kurator mencatat total tagihan utang mencapai Rp29,8 triliun, melibatkan 94 kreditur konkuren, 349 kreditur preferen, dan 22 kreditur separatis.
Di antara kreditur preferen, terdapat beberapa instansi pemerintah seperti Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sukoharjo, Kantor Bea dan Cukai Surakarta dan Semarang, Kantor Ditjen Bea Cukai Wilayah Jawa Tengah-DIY, serta Kantor Pelayanan Pajak Modal Asing IV. Sementara itu, kreditur konkuren dan separatis mencakup sejumlah bank dan perusahaan rekanan Sritex.
Besarnya tagihan dari beberapa lembaga keuangan tersebut menjadi fokus perhatian Kejagung dalam penyelidikan dugaan korupsi. Rapat kreditur telah memutuskan untuk tidak melanjutkan usaha Sritex (going concern) dan fokus pada pemberesan utang.
Kesimpulan
Kasus kepailitan PT Sritex dan total utang yang mencapai Rp29,8 triliun menjadi sorotan Kejagung. Penyelidikan yang sedang dilakukan fokus pada pengungkapan dugaan korupsi dan kerugian negara terkait pemberian kredit kepada perusahaan tersebut. Proses pengumpulan bukti dan pemeriksaan saksi masih berlangsung untuk memastikan adanya atau tidaknya perbuatan melawan hukum.