Kejagung Selidiki Dugaan Korupsi Kredit di PT Sritex: Total Utang Mencapai Rp29,8 Triliun
Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah menyelidiki dugaan korupsi terkait pemberian kredit kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex) yang telah dinyatakan pailit dengan total utang mencapai Rp29,8 triliun.

Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah melakukan penyidikan terkait dugaan kasus korupsi yang melibatkan perusahaan tekstil besar, PT Sri Rejeki Isman (Sritex). Penyidikan ini berfokus pada pemberian kredit perbankan kepada Sritex. Kasus ini mencuat setelah Sritex dinyatakan pailit pada Oktober 2024 dan resmi menghentikan seluruh operasionalnya pada 1 Maret 2025, berdampak pada PHK massal terhadap 11.025 karyawan.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, membenarkan adanya penyidikan tersebut. Namun, beliau belum dapat memberikan informasi lebih detail mengenai waktu dimulainya penyidikan. Pernyataan ini disampaikan pada Kamis lalu di Jakarta. Penyidikan saat ini masih bersifat umum dan berfokus pada proses pemberian kredit bank kepada perusahaan tekstil tersebut.
Pailitnya PT Sritex meninggalkan jejak utang yang sangat besar. Kurator kepailitan mencatat total tagihan utang kepada para kreditur mencapai angka fantastis, yaitu Rp29,8 triliun. Jumlah ini mencakup 94 kreditur konkuren, 349 kreditur preferen, dan 22 kreditur separatis. Kreditur preferen, yang memiliki hak prioritas dalam pelunasan utang, termasuk beberapa instansi pemerintah seperti Kantor Pelayanan Pajak dan Kantor Bea Cukai.
Dugaan Korupsi Kredit dan Dampaknya
Penyidikan Kejagung terhadap dugaan korupsi dalam pemberian kredit kepada PT Sritex menjadi sorotan publik. Besarnya jumlah utang yang mencapai Rp29,8 triliun dan dampaknya terhadap ribuan karyawan yang terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi perhatian utama. Proses penyidikan yang masih berlangsung ini diharapkan dapat mengungkap seluruh rangkaian peristiwa dan pihak-pihak yang terlibat.
Daftar kreditur PT Sritex juga mencakup sejumlah bank dan perusahaan rekanan. Beberapa lembaga keuangan tercatat memiliki piutang dengan nominal yang sangat besar terhadap perusahaan tersebut. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya potensi penyimpangan dalam proses pemberian kredit yang menjadi fokus penyidikan Kejagung.
Rapat kreditur telah memutuskan untuk tidak melanjutkan usaha going concern PT Sritex. Keputusan ini mengarah pada proses pemberesan utang yang panjang dan kompleks. Proses ini akan melibatkan berbagai pihak, termasuk kreditur, kurator, dan tentunya Kejagung yang tengah melakukan penyidikan dugaan korupsi.
Korban PHK dan Nasib Karyawan
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat adanya 11.025 pekerja PT Sritex yang terkena PHK. Pemutusan hubungan kerja ini terjadi secara bertahap sejak Agustus 2024 hingga Februari 2025. Jumlah PHK yang masif ini menjadi dampak sosial ekonomi yang signifikan dari kasus kepailitan PT Sritex. Nasib para pekerja yang kehilangan mata pencaharian menjadi perhatian serius pemerintah dan publik.
Proses penyidikan Kejagung diharapkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat, termasuk para pekerja yang menjadi korban PHK. Pengungkapan dugaan korupsi ini diharapkan dapat mencegah kejadian serupa di masa mendatang dan memberikan efek jera bagi pelaku korupsi.
Dengan total utang yang mencapai Rp29,8 triliun, kasus ini menjadi salah satu kasus korporasi terbesar yang pernah ditangani Kejagung. Proses penyidikan yang transparan dan akuntabel sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di Indonesia.
Kejelasan dan transparansi dalam proses hukum ini sangat diharapkan untuk memberikan keadilan bagi semua pihak yang terkena dampak dari kasus ini, baik dari sisi keuangan negara maupun nasib para pekerja yang terkena PHK.