Kemenkes Percepat Produksi Obat Domestik Lewat 3 Strategi Jitu
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) gencar mendorong kemandirian farmasi Indonesia lewat tiga strategi utama: riset dan pengembangan, peningkatan produksi, serta jaminan pasar obat dalam negeri.

Jakarta, 14 Januari 2024 - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah berlomba-lomba membangun kemandirian farmasi nasional. Langkah ini penting untuk memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat dan memperkuat ketahanan kesehatan Indonesia. Kemenkes pun menerapkan tiga strategi jitu: penelitian dan pengembangan, peningkatan produksi, dan jaminan pasar obat dalam negeri.
Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes, Lucia Rizka Andalucia, menjelaskan bahwa salah satu fokus utama adalah produksi bahan baku obat (BBO) dalam negeri. Tujuannya jelas: mengurangi ketergantungan impor dan memastikan industri farmasi nasional menggunakan BBO produksi lokal. Hal ini merupakan langkah strategis untuk ketahanan farmasi jangka panjang.
Untuk mencapai tujuan tersebut, Kemenkes telah merancang sejumlah program. Program pertama adalah riset dan pengembangan. Program ini meliputi fasilitasi change source BBO, yaitu mengalihkan sumber BBO dari impor ke produksi dalam negeri. Kemenkes juga fokus memperkuat riset industri BBO. Sejak 2022 hingga 2024, fasilitas change source telah diberikan kepada 42 industri farmasi.
Salah satu bentuk dukungan riset yang diberikan adalah pembiayaan Uji Bioekivalensi (BE) untuk enam BBO konsumsi terbesar, meliputi Atorvastatin, Candesartan, dan Bisoprolol. Selain itu, kolaborasi strategis dengan Medicines Patent Pool (MPP) juga telah terjalin untuk mempercepat akses pengembangan obat-obatan baru di Indonesia. Kerja sama ini telah menghasilkan produksi beberapa obat penting, seperti Nilotinib, Molnupiravir, dan Dolutegravir.
Strategi kedua adalah peningkatan produksi. Pemerintah memberikan insentif kepada pelaku usaha yang berupaya meningkatkan ketahanan sediaan farmasi. Insentif ini mencakup insentif fiskal dan non-fiskal bagi industri yang berinovasi dan memproduksi dengan BBO dalam negeri. Sebagai bentuk percepatan, timeline Nomor Izin Edar (NIE) juga dipercepat bagi industri yang melakukan change source.
Implementasi program produksi ini juga memperhatikan tata niaga impor BBO. Saat ini, industri farmasi lokal sudah mampu memproduksi beberapa BBO. Kemenkes dan Kementerian Perindustrian pun mengusulkan 22 BBO yang dapat diproduksi dalam negeri untuk diatur dalam tata niaga impor. Langkah ini diharapkan mampu mendorong penggunaan produk lokal.
Terakhir, strategi ketiga adalah jaminan pasar. Kemenkes mengeluarkan regulasi untuk mendorong pengembangan industri BBO. Beberapa kebijakan pendukung telah dikeluarkan, termasuk Keputusan Menteri Kesehatan HK.01.07/MENKES/1333/2023 tentang Peningkatan Penggunaan Sediaan Farmasi yang Menggunakan Bahan Baku Produksi dalam Negeri dan Kepmenkes HK.01.07/Menkes/163/2024 tentang Etalase Konsolidasi pada Katalog Elektronik Sektoral Kementerian Kesehatan. Selain itu, ada juga penyesuaian nilai klaim harga obat untuk program rujuk balik dan obat penyakit kronis. Semua kebijakan ini bertujuan untuk menjamin pasar bagi BBO dalam negeri dan mendorong peningkatan penggunaannya.
Dengan ketiga strategi ini, Kemenkes optimistis Indonesia dapat mencapai kemandirian farmasi dan meningkatkan ketahanan kesehatan nasional. Kebijakan ini juga memastikan bahwa obat-obatan yang menggunakan BBO dalam negeri, khususnya yang memiliki Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tinggi, mendapatkan harga klaim yang kompetitif.