KJRI Cape Town Sosialisasikan Pelindungan WNI saat Buka Puasa Bersama Ramadan
KJRI Cape Town mengadakan buka puasa bersama sekaligus sosialisasi pelindungan WNI, membahas isu penting seperti kewarganegaraan ganda dan perlindungan ABK.

Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Cape Town, Afrika Selatan, menggelar acara buka puasa bersama (Bukber) pada Sabtu, 15 Maret 2024. Acara yang dihadiri sekitar 120 WNI ini tak hanya bertujuan mempererat silaturahmi, tetapi juga mensosialisasikan upaya pelindungan bagi warga negara Indonesia di Afrika Selatan, khususnya selama bulan Ramadan. Kegiatan ini juga menjadi ajang perkenalan pejabat baru KJRI Cape Town kepada masyarakat Indonesia setempat.
Dalam sambutannya, Konsul Jenderal RI di Cape Town, Tudiono, menekankan pentingnya pemahaman WNI terhadap ketentuan kekonsuleran. Beliau menyoroti isu krusial seperti permasalahan anak berkewarganegaraan ganda, mengingatkan pentingnya pengetahuan hukum untuk meminimalisir masalah bagi anak dan orang tua di kemudian hari. Sosialisasi ini juga mencakup informasi mengenai pelayanan kekonsuleran dan isu-isu penting lainnya yang dihadapi WNI di Cape Town.
Acara Bukber tersebut juga dimanfaatkan untuk memperkenalkan Konsul Protokol Konsuler Rally Aprianto Wangsa Atmadja dan Konsul Ekonomi Widya Christinasari. Sebelum berbuka puasa, sesi sosialisasi kekonsuleran membahas isu-isu penting, termasuk isu anak berkewarganegaraan ganda dan aspek kontrak kerja bagi WNI yang bekerja di sektor maritim. KJRI Cape Town mencatat terdapat 44 anak WNI dengan kewarganegaraan ganda terbatas dan 6 anak yang akan segera berusia 18 tahun.
Isu Kewarganegaraan Ganda dan Perlindungan ABK
Salah satu isu utama yang dibahas adalah kewarganegaraan ganda, khususnya terkait pelepasan kewarganegaraan Indonesia setelah usia 21 tahun. Konsul Jenderal Tudiono menjelaskan bahwa beberapa orang tua enggan melaporkan pelepasan kewarganegaraan Indonesia anak mereka karena menganggap prosesnya rumit dan memerlukan biaya. Namun, beliau juga menjelaskan bahwa tidak ada sanksi jika setelah usia 21 tahun, kewarganegaraan Indonesia tidak dilepas. Meskipun demikian, terdapat prosedur dan biaya yang harus dipenuhi baik untuk tetap menjadi WNI maupun melepas kewarganegaraan Indonesia.
Selain isu kewarganegaraan ganda, acara tersebut juga menyoroti kasus meninggalnya seorang ABK Indonesia bernama Rasmani yang bekerja sebagai chef di kapal Jepang. KJRI Cape Town telah berkoordinasi dengan pihak kapal, manning agency, dan keluarga Rasmani untuk mengurus hak-hak almarhum dan mempersiapkan dokumen pemulangan jenazahnya ke Indonesia. Berdasarkan hasil autopsi, Rasmani meninggal dunia karena sebab alami ('natural cause').
Sebagai bentuk kepedulian, KJRI Cape Town juga memberikan perlengkapan kepada para ABK untuk menjaga stamina dan keselamatan mereka selama bekerja di laut. Acara Bukber diakhiri dengan sholat Maghrib, Isya, dan Tarawih, serta doa bersama untuk almarhum Rasmani.
Kesimpulannya, acara buka puasa bersama yang diselenggarakan KJRI Cape Town menjadi wadah penting untuk mempererat tali silaturahmi antar WNI sekaligus memberikan sosialisasi dan edukasi mengenai perlindungan WNI, khususnya dalam hal kewarganegaraan ganda dan perlindungan ABK di Afrika Selatan. Upaya ini menunjukkan komitmen KJRI dalam memberikan perlindungan dan pelayanan terbaik bagi seluruh WNI di luar negeri.