Konten Kreator: Dialog dengan Narasumber, Kunci Konten yang Tepat dan Bertanggung Jawab
Pakar komunikasi digital menyarankan kreator konten untuk berdialog dengan narasumber, terutama untuk tema sensitif, demi menciptakan konten yang beretika dan bermanfaat, bukan sekadar mengejar popularitas.

Jakarta, 21 Januari 2024 - Firman Kurniawan, pengamat Budaya dan Komunikasi Digital dari Universitas Indonesia (UI), menekankan pentingnya dialog antara kreator konten dan narasumber, khususnya saat mengangkat tema sensitif seperti bencana. Hal ini bertujuan untuk memastikan konten yang dihasilkan tidak hanya menghibur, tetapi juga beretika dan bertanggung jawab.
Menurut Firman, memperoleh persetujuan (consent) narasumber sangat krusial. "Perlu ada dialog, obrolan untuk memastikan, 'Anda perlukah saya buat konten seperti ini? Apakah konten ini akan membantu Anda, atau mendapat simpati banyak orang? Jika Anda tidak nyaman, maka konten ini tidak akan dibuat'," jelasnya dalam wawancara dengan ANTARA.
Selain dialog, Firman juga menyarankan kreator untuk menempatkan diri pada posisi narasumber. Hal ini penting untuk memastikan tujuan pembuatan konten bukan sekadar keuntungan pribadi atau popularitas semata. Konten yang baik memberikan dampak positif bagi penontonnya.
Ia menambahkan, "Jika konten lebih menguntungkan diri sendiri ketimbang narasumber, atau tidak ada manfaatnya bagi yang bersangkutan, sebaiknya jangan dibuat konten."
Lebih lanjut, Firman merekomendasikan pemanfaatan modul edukasi literasi digital pemerintah. Modul yang terdiri dari empat pilar (kecakapan digital, budaya digital, etika digital, dan keamanan digital) ini dapat diakses di https://gnld.siberkreasi.id/modul/. Modul ini relevan bagi kreator konten untuk memahami tanggung jawab digital mereka.
Firman juga menambahkan, "Keempat pilar ini mungkin muncul dari keprihatinan atas banyaknya konten yang mengeksploitasi atau mengkomersialkan hal-hal yang seharusnya tidak menjadi komoditas."
Kasus Uya Kuya yang membuat konten di lokasi kebakaran di Altadena, Amerika Serikat, menjadi contoh penting. Uya dituduh tidak empati karena membuat video di lokasi bencana. Namun, ia mengklarifikasi bahwa video tersebut bertujuan memberikan informasi akurat karena banyak yang menyebut kebakaran tersebut hoaks. Ia juga menegaskan telah meminta izin dari pihak berwenang, termasuk polisi dan FBI.
Kesimpulannya, pembuatan konten yang bertanggung jawab membutuhkan dialog, empati, dan pemahaman etika digital. Kreator konten perlu memprioritaskan dampak positif konten mereka, bukan hanya popularitas. Modul literasi digital pemerintah menjadi sumber belajar yang baik untuk mencapai hal tersebut.