Jurnalis Jatim Dorong Kolaborasi Literasi Digital Hadapi Era Digital
Jurnalis dan relawan anti-hoaks di Jawa Timur mendorong kolaborasi literasi digital untuk mengatasi tantangan era digital dan meminta regulasi pemerintah untuk media online.

Jurnalis Jawa Timur mendorong kolaborasi besar-besaran dalam literasi digital untuk menghadapi tantangan era informasi yang serba cepat dan dinamis. Hal ini mengemuka dalam Dialog Khusus bertajuk 'Pers Indonesia dan Tantangan Jurnalisme Digital' di Surabaya, Jumat (31/1). Acara ini bagian dari perayaan Hari Lahir ke-15 TV9 Nusantara.
Dialog tersebut menghadirkan sejumlah narasumber penting, termasuk Ahmad Wiliyanto (Ketua IJTI Jatim/RCTI), Tomy Gutomo (Dirut Harian Disway), Gus Yusuf Adnan (Direktur NU Online Jatim), Dheni Ines Tan (Mafindo Jatim), dan Edy M Yakub (Penulis Buku 'Kesalehan Digital'/LKBN ANTARA Jatim). Mereka membahas pergeseran konsumsi informasi masyarakat dari media tradisional ke media digital.
Ahmad Wiliyanto dari IJTI Jatim mengungkapkan kekhawatiran awal kalangan pers terkait pergeseran ini. Munculnya platform digital membuat masyarakat beralih ke media digital, mengakibatkan pergeseran pemirsa dan dampak pada bisnis media elektronik. Media konvensional pun dituntut untuk beradaptasi dan melakukan konvergensi media, baik secara teknis maupun konten.
Konvergensi media ini berarti media elektronik harus hadir di gadget, serta menyebarkan konten melalui platform digital seperti YouTube, sembari tetap menjaga kaidah jurnalistik. Tantangan serupa juga dihadapi media online yang memiliki target audiens spesifik, seperti NU Online Jatim.
Gus Yusuf Adnan menekankan pentingnya literasi digital bagi pemirsa, kecepatan penyampaian konten, dan pengaruh algoritma Google dalam membentuk narasi global. Ia juga menyoroti perlunya strategi dan pengendalian konten, serta kolaborasi dalam literasi masyarakat. Selain itu, diperlukan regulasi yang mengatur media online, terutama 'media instan', untuk menciptakan ketertiban di dunia digital.
Pendapat tersebut didukung oleh Dheni Ines Tan dari Mafindo Jatim. Mafindo, yang berdiri sejak 2016 dengan dukungan Komdigi/Google, fokus pada edukasi masyarakat tentang literasi digital dan cek fakta, guna menanggulangi penyebaran hoaks. Mereka bahkan telah membentuk akademi digital lansia. Dheni menekankan perlunya regulasi pemerintah untuk media online, bukan hanya mengandalkan sistem pelaporan.
Edy M Yakub, penulis buku 'Kesalehan Digital', juga menyoroti pentingnya literasi digital yang masif. Ia melihat kemajuan teknologi digital belum diimbangi oleh kemajuan literasi dan pemahaman manusia tentang teknologi itu sendiri. Ia menyebut ini sebagai 'Kesalehan Digital', karena sebagian besar pengguna digital berasal dari generasi non-digital, yang berpotensi menimbulkan kegaduhan.
Menurut Edy, literasi digital, atau 'Kesalehan Digital', sangat penting karena faktor terpenting di era digital adalah manusia. Untuk mencapai 'kesalehan' digital, media perlu kembali pada tiga prinsip utama: akurasi (melalui sanad/narasumber), etika (konten yang berimbang dan adil), dan dokumentasi (referensi kredibel dan legal).
Kesimpulannya, para jurnalis dan relawan anti-hoaks di Jawa Timur sepakat bahwa kolaborasi dalam literasi digital dan regulasi pemerintah sangat krusial untuk menghadapi tantangan era digital dan memastikan informasi yang akurat dan bertanggung jawab dapat diakses oleh masyarakat.