KPK Selidiki Dugaan Korupsi Pembagian Kuota Haji 50:50, Eks Menag Yaqut Cholil Qoumas Terus Disorot
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami Kasus Kuota Haji khusus, menyoroti dugaan korupsi dalam pembagian kuota tambahan yang libatkan eks Menag Yaqut Cholil Qoumas.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan tindak pidana korupsi terkait kuota haji khusus. Penyelidikan ini berpusat pada alokasi kuota tambahan yang diberikan oleh Pemerintah Arab Saudi. Fokus awal penyelidikan KPK mengarah pada mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, serta pihak-pihag terkait lainnya.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menegaskan bahwa penyelidikan masih berkutat di seputar nama-nama yang telah disebut. Proses ini dimulai dari penyedia jasa atau agensi umrah dan haji, yang merupakan penerima akhir kuota sebelum masyarakat menggunakannya.
KPK berupaya menggali informasi secara berjenjang, mulai dari penyelenggara travel hingga Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama. Apabila informasi yang relevan ditemukan, Yaqut Cholil Qoumas akan segera dimintai keterangan untuk melengkapi data penyelidikan.
Fokus Penyelidikan KPK dan Mekanismenya
Penyelidikan kasus kuota haji khusus oleh KPK dilakukan secara sistematis dan berjenjang. Langkah awal melibatkan pemeriksaan terhadap pemilik agensi umrah dan haji yang diduga menerima kuota tambahan. Hal ini bertujuan untuk menelusuri aliran kuota dan potensi penyalahgunaan yang terjadi di lapangan.
"Untuk kasus ini, kami baru menyelidiki di seputaran orang-orang ini (Yaqut Cholil Qoumas)," ujar Asep Guntur Rahayu. Ia menambahkan bahwa pemeriksaan akan terus berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi, termasuk penyelenggara haji di Kementerian Agama.
KPK akan memanggil Yaqut Cholil Qoumas jika informasi yang terkumpul telah memadai dan mengindikasikan keterlibatannya. Pemanggilan ini merupakan bagian dari upaya KPK untuk mencapai "pucuk pimpinan" dalam rantai dugaan korupsi tersebut.
Kejanggalan Alokasi Kuota Haji Tambahan
Dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus kuota haji ini muncul setelah Indonesia menerima 20.000 kuota tambahan dari Pemerintah Arab Saudi. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, kuota haji khusus seharusnya hanya delapan persen, sementara 92 persen dialokasikan untuk haji reguler.
Namun, dalam kasus 20.000 kuota tambahan ini, pembagiannya justru dilakukan secara merata, yaitu 50 persen untuk haji khusus dan 50 persen untuk haji reguler. "Seharusnya tidak dibagi 50:50. Jadi, ada keuntungan yang diambil dari yang khusus ini," jelas Asep.
Pansus Angket Haji DPR RI juga menyoroti kejanggalan serupa pada penyelenggaraan ibadah haji 2024, mengklaim adanya temuan penyimpangan. Pembagian kuota 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus dari total 20.000 kuota tambahan menjadi titik fokus utama yang disorot oleh pansus.
Perkembangan Penyelidikan dan Pihak Terkait
Sebelumnya, pada 20 Juni 2025, KPK telah mengonfirmasi dimulainya penyelidikan dan pemanggilan sejumlah pihak terkait dugaan korupsi kuota haji khusus. Sejak saat itu, beberapa nama telah dimintai keterangan oleh penyidik KPK.
Di antara pihak yang dipanggil adalah ustad Khalid Basalamah dan Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah. Pemanggilan ini menunjukkan keseriusan KPK dalam mengumpulkan bukti dan keterangan dari berbagai elemen yang mungkin memiliki informasi relevan.
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, pada kesempatan terpisah, mengungkapkan bahwa kasus dugaan korupsi terkait kuota haji khusus ini tidak hanya terjadi pada tahun 2024. Indikasi serupa juga ditemukan pada tahun-tahun sebelumnya, menandakan potensi masalah sistemik dalam pengelolaan kuota haji.