Kritik Rasa Menu Makan Bergizi Gratis (MBG): BGN Jelaskan Penyesuaian
Badan Gizi Nasional (BGN) menanggapi kritik siswa SD terkait rasa menu Makan Bergizi Gratis (MBG), menjelaskan kendala penyesuaian memasak dalam skala besar dan edukasi pola makan sehat.
Seorang siswa SD mengkritik rasa menu Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dinilai kurang enak. Tanggapan mengejutkan datang dari Badan Gizi Nasional (BGN) terkait kritikan tersebut. Pernyataan resmi dikeluarkan pada Selasa, 21 Januari, di Jakarta.
BGN menjelaskan bahwa petugas Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) masih beradaptasi dengan program MBG, terutama dalam memasak makanan dalam jumlah besar. Staf Ahli BGN, Ikeu Tanziha, menyatakan bahwa meskipun SPPG telah melakukan uji coba, memasak untuk 3000 porsi berbeda dengan skala kecil.
"Yang di SPPG itu kan memang sudah diajarkan. Jadi, mereka itu sebenarnya sudah melakukan uji coba. Tapi, yang namanya langsung membuat 3 ribu begitu, ada kemungkinan mereka itu juga dalam membuat resep, misalnya tidak terbiasa dengan yang banyak," jelas Ikeu.
Salah satu kendalanya adalah ketidakbiasaan memasak dalam volume besar, yang berpotensi menyebabkan kekurangan garam dan rasa hambar. Selain itu, penyesuaian pola kerja baru, seperti ahli gizi yang harus bekerja sejak pukul 01.00 dini hari untuk memastikan kualitas makanan, juga menjadi faktor penting.
Ikeu mencontohkan pengalaman di Sukabumi, "Tapi, namanya juga baru dua pekan pertama, ya. Memang di dua pekan pertama itu seperti yang Warungkiara yang di Sukabumi. Yang di Sukabumi itu memang kata ahli gizinya, dua pekan pertama itu memang berat, berat sekali," tambahnya. Kesulitan di awal implementasi program MBG di beberapa daerah menjadi bukti tantangan yang dihadapi.
Menanggapi harapan agar menu MBG lebih "kebarat-baratan" untuk meningkatkan selera makan anak, Ikeu menjelaskan bahwa MBG bukan hanya soal menyediakan makanan, tetapi juga edukasi gizi. Ia menekankan pentingnya membiasakan anak mengurangi konsumsi makanan tinggi penyedap.
"Jadi kalau kita mau, ya, kasih aja. Seperti ayam kentaki-kentakian, misalnya gitu kan. Terus, kasih nugget. Itu akan lebih bagi anak akan sangat memuaskan mereka, gitu. Tapi kan bukan itu yang diinginkan," kata Ikeu. Menurutnya, keinginan akan makanan bergaya barat dengan penyedap tinggi menunjukkan pola asuh yang kurang tepat.
Ikeu menambahkan, "Biasanya lidahnya sudah terbentuk rasa sedap, gitu kan. Itu pasti ada anak bilang itu tidak enak, itu mungkin karena lidahnya sudah lidah banyak penyedap." Pernyataan ini menyoroti pentingnya kebiasaan makan sehat sejak dini.
Kesimpulannya, BGN mengakui adanya kendala dalam implementasi MBG, terutama terkait penyesuaian penyediaan makanan dalam skala besar dan edukasi gizi bagi anak. Kritik dari siswa SD ini menjadi masukan berharga untuk perbaikan program ke depannya.