Legislator DKI Jakarta Tolak Rencana Pembatasan Waktu Sewa Rusun
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta menolak rencana pembatasan waktu sewa rusun karena dikhawatirkan akan menimbulkan keresahan dan dampak negatif bagi warga berpenghasilan rendah.
![Legislator DKI Jakarta Tolak Rencana Pembatasan Waktu Sewa Rusun](https://cdns.klimg.com/mav-prod-resized/0x0/ori/image_bank/2025/02/09/100024.670-legislator-dki-jakarta-tolak-rencana-pembatasan-waktu-sewa-rusun-1.jpg)
Polemik rencana pembatasan waktu sewa rumah susun (rusun) di Jakarta tengah menjadi sorotan. Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Ida Mahmudah, secara tegas menolak rencana tersebut yang digagas Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (PRKP) DKI Jakarta. Pengumuman rencana pembatasan sewa rusun maksimal enam tahun untuk masyarakat umum dan sepuluh tahun untuk program khusus, disampaikan pada Minggu, 09/02, menimbulkan kontroversi dan kecaman dari berbagai pihak.
Penolakan Keras terhadap Kebijakan Baru
Ida Mahmudah menyatakan penolakan kerasnya terhadap kebijakan baru ini. Ia menilai kebijakan tersebut sebagai langkah yang gegabah dan tidak mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi warga penghuni rusun. "Saya minta Dinas PRKP segera menyudahi kegaduhan yang ditimbulkan, kebijakan ini ngawur," tegas Ida dalam keterangannya. Ia menekankan bahwa kebijakan ini akan sangat memberatkan warga berpenghasilan rendah yang masih berjuang untuk meningkatkan taraf hidupnya.
Lebih lanjut, Ida menjelaskan bahwa pernyataan Kepala Dinas PRKP, Kelik Indriyanto, yang langsung dipublikasikan, merupakan langkah yang tidak bijaksana. "Ini ujug-ujug, tidak ada angin tidak ada hujan," kritik Ida. Ia mendesak agar pernyataan tersebut dicabut untuk meredakan keresahan warga rusun.
Kekhawatiran Dampak Sosial Ekonomi
Ida khawatir kebijakan ini akan berdampak buruk pada warga penghuni rusun. Ia mempertanyakan jaminan ekonomi bagi warga yang telah menghuni rusun selama enam tahun. "Sangat potensial meski sudah menghuni Rusun enam tahun mereka belum punya kemampuan membeli rumah. Sebab, mereka juga ada pengeluaran untuk membayar sewa setiap bulan," jelasnya. Anggota DPRD dari PDI Perjuangan ini juga menyoroti tingginya tunggakan sewa rusun yang mencapai Rp95,5 miliar, sebagai indikator rendahnya daya beli penghuni rusun.
Ida juga menekankan pentingnya kepekaan sosial dari Dinas PRKP. Ia berpendapat bahwa kebijakan ini justru akan memperparah kondisi warga yang sudah kesulitan secara ekonomi. "Jangan Dinas PRKP tidak peka penderitaan rakyat," serunya. Ia menambahkan bahwa kebijakan ini berpotensi mendorong warga kembali tinggal di tempat-tempat yang tidak layak huni, seperti kolong jembatan atau bantaran kali, setelah sebelumnya direlokasi ke rusun.
Solusi yang Lebih Manusiawi
Sebagai alternatif, Ida Mahmudah menyarankan agar Dinas PRKP fokus pada pemberdayaan warga rusun, terutama mereka yang menunggak sewa. Ia mengusulkan pendekatan yang lebih manusiawi dengan mencari tahu kendala warga dalam membayar sewa. "Kalau ada yang menganggur, carikan pekerjaan, diikutkan pelatihan kerja atau berwirausaha supaya punya penghasilan yang baik," sarannya. Ia menekankan bahwa pemerintah seharusnya hadir sebagai solusi, bukan sebagai pihak yang memberatkan warga yang kurang mampu.
Ida juga mengingatkan bahwa kebijakan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih, Pramono Anung-Rano Karno, adalah untuk menyejahterakan warga Jakarta, termasuk mereka yang membutuhkan tempat tinggal layak. Ia bahkan menyebut arahan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri untuk memastikan tidak ada rakyat Indonesia yang tinggal di kolong tol atau jembatan.
Penjelasan Dinas PRKP dan Revisi Pergub
Di sisi lain, Kepala Dinas PRKP DKI Jakarta, Kelik Indriyanto, menjelaskan bahwa aturan pembatasan masa tinggal di rusunawa memang dibutuhkan sebagai upaya mendorong masyarakat untuk memiliki hunian sendiri. Ia menyebut kebijakan ini sebagai "housing carrier" yang jelas. Pembatasan ini, menurut Kelik, diperlukan karena rusunawa merupakan tempat inkubasi bagi masyarakat yang memiliki keterbatasan finansial. Setelah penghasilan melewati batas maksimal, penghuni rusunawa diharapkan dapat memiliki hunian sendiri. Sebagai upaya pendukung, DPRKP juga menyalurkan dana KPR dengan bunga 5 persen dan tenor hingga 20 tahun bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Saat ini, Pemprov DKI Jakarta sedang merevisi Peraturan Gubernur (Pergub) 111 Tahun 2014 tentang Mekanisme Penghunian Rumah Susun Sederhana Sewa. Revisi ini sedang dalam tahap finalisasi di Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi (Setdaprov) DKI Jakarta.
Kesimpulan
Perdebatan mengenai rencana pembatasan waktu sewa rusun di Jakarta masih terus berlanjut. Di satu sisi, pemerintah daerah berupaya mendorong peningkatan kualitas hunian warga. Di sisi lain, legislator dan berbagai pihak mengkhawatirkan dampak sosial ekonomi yang merugikan warga berpenghasilan rendah. Solusi yang berpihak pada kesejahteraan warga dan mempertimbangkan realitas sosial ekonomi menjadi kunci penting dalam menyelesaikan polemik ini.