Likuiditas Perbankan Indonesia Sangat Cukup, BI Turunkan BI-Rate
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menyatakan likuiditas perbankan Indonesia sangat cukup, didukung oleh penurunan BI-Rate dan pembelian SBN.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, mengumumkan kondisi likuiditas perbankan Indonesia dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) pada Jumat di Jakarta. Beliau menyatakan bahwa likuiditas perbankan lebih dari cukup, ditandai dengan rasio alat likuid terhadap dana pihak ketiga yang tinggi, sekitar 26 persen, dan perkembangan dana pihak ketiga yang positif. Langkah-langkah yang diambil BI untuk menjaga stabilitas dan kecukupan likuiditas ini menjadi fokus utama dalam menjaga kesehatan sistem keuangan nasional.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam Konferensi Pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK): Hasil Rapat Berkala KSSK II Tahun 2025. Perry Warjiyo menjelaskan beberapa strategi yang diterapkan BI untuk memastikan likuiditas perbankan tetap terjaga dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini dinilai penting untuk menghadapi berbagai tantangan ekonomi global yang berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan domestik.
BI telah mengambil beberapa langkah strategis untuk mencapai tujuan tersebut. Langkah-langkah ini mencakup operasi moneter, pembelian Surat Berharga Negara (SBN), dan penyesuaian kebijakan likuiditas makro prudensial. Semua upaya ini bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, mengendalikan inflasi, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia.
Langkah-langkah BI Menjaga Likuiditas Perbankan
Salah satu langkah signifikan yang dilakukan BI adalah operasi moneter ekspansif melalui penurunan suku bunga BI-Rate sebesar 25 basis points (bps) pada Januari 2025. Langkah ini bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan biaya pinjaman. BI masih mempertimbangkan ruang penurunan BI-Rate lebih lanjut, dengan tetap mempertimbangkan stabilitas nilai tukar rupiah dan prospek inflasi. “Kami masih melihat ruang penurunan suku bunga masih terbuka. Tentu saja, masalah timing-nya perlu kami pertimbangkan stabilitas nilai tukar rupiah, prospek inflasi, maupun juga perlunya mendorong pertumbuhan ekonomi ke depan. Fokus kami karena ada gejolak global pada stabilitas nilai tukar rupiah dalam jangka pendek,” ungkap Perry Warjiyo.
Selain itu, BI juga aktif membeli Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Pembelian SBN ini bertujuan untuk menjaga stabilitas pasar keuangan dan memastikan kecukupan likuiditas perbankan. Sejak awal tahun hingga 22 April 2025, BI telah membeli SBN senilai Rp80,98 triliun. Strategi ini menunjukkan komitmen BI dalam menjaga stabilitas sistem keuangan di tengah dinamika ekonomi global.
Langkah ketiga yang diambil BI adalah memberikan insentif kebijakan likuiditas makro prudensial kepada bank-bank yang menyalurkan kredit ke sektor-sektor prioritas. Hingga pekan kedua April 2025, BI telah memberikan insentif sebesar Rp370,6 triliun. Insentif ini bertujuan untuk mendorong penyaluran kredit ke sektor riil dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
BI juga memperkuat implementasi ketentuan rasio pendanaan luar negeri untuk mendorong perbankan dalam mengelola likuiditas dan menyalurkan kredit ke sektor riil. “Ini tentu saja kami terus mendorong perbankan yang memenuhi persyaratan dari kehati-hatian, memperluas funding-nya pendanaan tidak hanya dari dana biaya ketiga, tapi juga dari penerbitan sekuritas surat-surat berharga maupun juga pinjaman luar negeri,” jelas Perry Warjiyo.
Kesimpulan
Kondisi likuiditas perbankan Indonesia yang lebih dari cukup menunjukkan kinerja sistem keuangan yang stabil. Berbagai langkah strategis yang dilakukan BI, termasuk penurunan BI-Rate, pembelian SBN, dan insentif likuiditas, telah berkontribusi pada stabilitas ini. Ke depan, BI akan terus memantau perkembangan ekonomi global dan domestik untuk memastikan stabilitas sistem keuangan Indonesia tetap terjaga.