BI Beli SBN Rp80,98 Triliun, Strategi Perkuat Ekonomi Indonesia
Bank Indonesia (BI) telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp80,98 triliun hingga 22 April 2025 untuk memperkuat ekonomi Indonesia dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Bank Indonesia (BI) telah mengambil langkah signifikan dalam upaya memperkuat perekonomian Indonesia. Hingga 22 April 2025, BI telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) senilai total Rp80,98 triliun. Pembelian ini dilakukan melalui dua jalur utama, yaitu pasar sekunder sebesar Rp54,98 triliun dan pasar primer (dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara/SPN, termasuk syariah) sebesar Rp26,00 triliun. Langkah ini mencerminkan sinergi erat antara kebijakan moneter dan fiskal pemerintah.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, menjelaskan dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan April 2025 bahwa pembelian SBN dari pasar sekunder bertujuan untuk memperkuat operasi moneter. Hal ini menunjukkan komitmen BI dalam menjaga stabilitas ekonomi di tengah dinamika global yang penuh tantangan. Ke depan, BI berencana mengoptimalkan berbagai inovasi instrumen yang telah diterbitkan untuk meningkatkan ketahanan eksternal ekonomi Indonesia dan efektivitas transmisi kebijakan moneter.
Strategi BI tidak hanya berhenti pada pembelian SBN. Berbagai upaya lain juga dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan mencapai sasaran inflasi. Salah satunya adalah optimalisasi strategi operasi moneter pro-market. Langkah ini terbukti efektif dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, meskipun risiko dari dinamika global terus meningkat.
BI Optimalkan Instrumen Moneter untuk Stabilitas Nilai Tukar Rupiah
Sebagai bagian dari upaya pendalaman pasar uang dan pasar valas, serta untuk mendorong aliran masuk modal asing, BI terus mengoptimalkan instrumen moneter pro-market. Instrumen-instrumen tersebut meliputi Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valuta Asing Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI). Hingga 21 April 2025, total posisi instrumen SRBI tercatat sebesar Rp881,86 triliun, SVBI sebesar 1,40 miliar dolar AS, dan SUVBI sebesar 277 juta dolar AS.
Kepemilikan nonresiden dalam SRBI pada 21 April 2025 mencapai Rp209,90 triliun, atau 23,80 persen dari total outstanding. Implementasi primary dealer sejak Mei 2024 juga telah meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan repurchase agreement (repo) antarpelaku pasar. Hal ini memperkuat efektivitas instrumen moneter dalam stabilisasi nilai tukar rupiah dan pengendalian inflasi, menurut Gubernur Perry Warjiyo.
Transmisi kebijakan moneter tetap baik meskipun terdapat peningkatan risiko dari dinamika global. Sejalan dengan penurunan BI-Rate pada Januari 2025 dan operasi moneter yang dilakukan BI, suku bunga pasar uang (INDONIA) terus menurun. Pada 21 April 2025, INDONIA tercatat sebesar 5,77 persen, turun dari 6,03 persen pada awal Januari 2025.
Penurunan Suku Bunga dan Imbal Hasil SBN
Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan juga mengalami penurunan pada 16 April 2025. Meskipun menurun, suku bunga tersebut tetap menarik bagi aliran masuk modal asing. Penurunan suku bunga ini terlihat dari angka 7,16 persen; 7,20 persen; dan 7,27 persen pada awal Januari 2025 menjadi 6,59 persen; 6,61 persen; dan 6,64 persen pada 16 April 2025.
Imbal hasil SBN juga menunjukkan tren penurunan, terutama untuk tenor 2 tahun yang turun dari 6,96 persen menjadi 6,54 persen. Sementara itu, imbal hasil SBN tenor 10 tahun turun dari 6,98 persen menjadi 6,94 persen. Meskipun demikian, imbal hasil SBN tetap menarik bagi investor.
Suku bunga perbankan tercatat rendah, didukung oleh kecukupan likuiditas perbankan. Hal ini sejalan dengan implementasi penguatan kebijakan likuiditas makroprudensial (KLM) dan publikasi transparansi Surat Berharga Devisa Bank Indonesia (SBDK). Likuiditas yang cukup ini meningkatkan efisiensi pembentukan suku bunga perbankan, sehingga mendukung penyaluran kredit perbankan.
Pada Maret 2025, suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit tercatat masing-masing sebesar 4,77 persen dan 9,20 persen. Angka ini relatif stabil dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Semua langkah ini menunjukkan komitmen BI dalam menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia yang berkelanjutan.
Langkah-langkah yang dilakukan BI menunjukkan komitmen yang kuat dalam menjaga stabilitas ekonomi makro Indonesia. Dengan mengoptimalkan instrumen moneter dan berkolaborasi dengan kebijakan fiskal, BI berupaya menciptakan lingkungan ekonomi yang kondusif bagi pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.