BI Perkuat Operasi Moneter untuk Stabilkan Rupiah dan Inflasi
Bank Indonesia (BI) memperkuat strategi dan instrumen operasi moneter pro-market untuk stabilisasi nilai tukar rupiah dan pencapaian sasaran inflasi, ditandai dengan optimalisasi SRBI, SVBI, dan SUVBI.

Bank Indonesia (BI) terus berupaya memperkuat strategi dan instrumen operasi moneter pro-market guna mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah dan pencapaian sasaran inflasi. Hal ini disampaikan langsung oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan Maret 2025 di Jakarta, Rabu (19/3).
Menurut Gubernur BI, upaya pendalaman pasar uang dan pasar valas, serta peningkatan aliran masuk modal asing ke pasar keuangan domestik menjadi fokus utama. Instrumen moneter pro-market seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI) terus dioptimalkan untuk mencapai tujuan tersebut. "Sebagai upaya pendalaman pasar uang dan pasar valas, serta mendorong aliran masuk modal asing ke pasar keuangan dalam negeri, instrumen moneter pro-market SRBI, SVBI, dan SUVBI terus dioptimalkan," jelas Perry Warjiyo.
Data hingga 17 Maret 2025 menunjukkan posisi instrumen SRBI mencapai Rp892,36 triliun, SVBI sebesar 2,30 miliar dolar AS, dan SUVBI mencapai 320 juta dolar AS. Kepemilikan nonresiden dalam SRBI tercatat mencapai Rp232,41 triliun atau 26,05 persen dari total outstanding.
Optimalisasi Instrumen Moneter dan Sinergi Kebijakan
Implementasi primary dealer sejak Mei 2024 dinilai telah meningkatkan transaksi SRBI di pasar sekunder dan repurchase agreement (repo) antar pelaku pasar. Hal ini, menurut Perry Warjiyo, memperkuat efektivitas instrumen moneter dalam menstabilkan nilai tukar rupiah dan mengendalikan inflasi. BI juga aktif membeli Surat Berharga Negara (SBN) dari pasar sekunder untuk memperkuat operasi moneter, menunjukkan sinergi erat antara kebijakan moneter dan fiskal.
Hingga 18 Maret 2025, BI telah membeli SBN sebesar Rp70,74 triliun; Rp47,31 triliun dari pasar sekunder dan Rp23,43 triliun dari pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk syariah. Ke depan, BI berencana untuk mengoptimalkan berbagai inovasi instrumen yang telah diterbitkan guna memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia dan meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter.
Transmisi kebijakan moneter dinilai berjalan baik, terutama ke pasar uang. Sejalan dengan penurunan BI-Rate pada Januari 2025 dan operasi moneter BI, suku bunga pasar uang (INDONIA) turun menjadi 5,79 persen pada 18 Maret 2025 dari 6,03 persen pada awal Januari 2025.
Penurunan Suku Bunga dan Stabilitas Pasar
Suku bunga SRBI untuk tenor 6, 9, dan 12 bulan juga mengalami penurunan pada 14 Maret 2025, namun tetap menarik bagi investor asing. Imbal hasil SBN tenor 2 tahun juga menurun, dari 6,96 persen menjadi 6,51 persen pada 18 Maret 2025, sementara imbal hasil SBN tenor 10 tahun meningkat dari 6,98 persen menjadi 7,00 persen. Suku bunga perbankan tetap rendah, didukung oleh likuiditas perbankan yang memadai berkat penguatan Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) dan transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK).
Kondisi ini mendorong efisiensi pembentukan suku bunga perbankan, sehingga mendukung penyaluran kredit. Suku bunga deposito 1 bulan dan suku bunga kredit pada Februari 2025 tercatat masing-masing sebesar 4,79 persen dan 9,21 persen, relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya. Langkah-langkah ini diharapkan dapat terus menjaga stabilitas ekonomi makro Indonesia.
BI berkomitmen untuk terus memantau perkembangan ekonomi dan pasar keuangan global serta domestik. Berbagai langkah strategis akan terus dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan inflasi tetap terkendali, mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.