Lonjakan Kasus Perceraian di Lombok Tengah: 204 Kasus dalam Dua Bulan!
Pengadilan Agama Praya Lombok Tengah mencatat 204 kasus perceraian pada Januari-Februari 2025, didominasi gugatan cerai dari istri dengan faktor ekonomi sebagai pemicu utama.

Lombok Tengah, NTB, 12 Maret 2025 - Sebuah data mengejutkan datang dari Pengadilan Agama Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Dalam dua bulan pertama tahun 2025, tercatat sebanyak 204 pasangan resmi bercerai. Data ini menunjukkan peningkatan signifikan dibandingkan periode yang sama di tahun sebelumnya. Kasus-kasus perceraian ini didominasi oleh gugatan cerai yang diajukan oleh istri, dengan berbagai faktor penyebab yang melatarbelakangi keputusan tersebut.
Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Praya, Herman, mengungkapkan bahwa dari total 204 kasus, sebanyak 171 kasus merupakan gugatan cerai yang diajukan oleh istri. Rinciannya, 65 kasus pada Januari dan 106 kasus pada Februari. Sementara itu, hanya 33 kasus yang merupakan cerai talak, di mana suami yang mengajukan gugatan cerai. Hal ini menunjukkan tren yang mengkhawatirkan, di mana perempuan lebih banyak mengambil inisiatif untuk mengakhiri pernikahan.
"Rata-rata kasus penceraian ini didominasi istri yang menggugat cerai suaminya," ungkap Herman dalam keterangannya di Lombok Tengah, Rabu. Pihak Pengadilan Agama Praya selalu berupaya melakukan mediasi dan memberikan nasihat kepada pasangan yang hendak bercerai. Namun, sayangnya, banyak pasangan yang tetap memilih untuk bercerai meskipun telah diberikan konseling.
Faktor Penyebab Perceraian di Lombok Tengah
Berbagai faktor melatarbelakangi tingginya angka perceraian di Lombok Tengah. Berdasarkan data yang dihimpun, sebanyak 20 kasus disebabkan oleh salah satu pihak yang meninggalkan pasangannya. Namun, penyebab paling dominan adalah pertengkaran terus-menerus, yang mencapai angka 130 kasus. Faktor-faktor lain seperti kekerasan dalam rumah tangga, judi, dan masalah lainnya juga turut berkontribusi.
Herman menambahkan, "Penyebab kasus perceraian dua bulan terakhir ini di antaranya 20 kasus karena meninggalkan salah satu pihak, 130 kasus perceraian karena pertengkaran terus menerus, ada juga disebabkan karena kekerasan, judi, dan berbagai faktor lainnya." Ia juga menekankan bahwa muara dari berbagai masalah tersebut seringkali berujung pada masalah ekonomi yang memicu pertengkaran dalam rumah tangga.
"Muaranya memang lebih banyak disebabkan karena faktor ekonomi sehingga sering terjadi pertengkaran," jelasnya. Kondisi ekonomi yang kurang stabil tampaknya menjadi salah satu pemicu utama konflik dalam rumah tangga dan berujung pada perceraian.
Perbandingan Data Tahun 2024 dan 2025
Jika dibandingkan dengan tahun 2024, angka perceraian di Lombok Tengah juga cukup tinggi. Pada tahun 2024, tercatat 1.149 kasus cerai gugat (istri menggugat cerai) dan 207 kasus cerai talak (suami menggugat cerai). Faktor penyebabnya pun serupa, dengan masalah ekonomi menjadi pemicu utama.
Meskipun pihak Pengadilan Agama selalu berupaya melakukan mediasi, namun banyak pasangan yang tetap memilih untuk bercerai. "Hanya saja karena perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus yang disebabkan oleh berbagai faktor sehingga meski sudah di nasehati tapi rata-rata memilih untuk tetap melanjutkan perceraian," kata Herman. Menariknya, ada juga beberapa pasangan yang setelah bercerai kemudian memutuskan untuk rujuk kembali.
"Tapi ada juga ketika sudah bercerai kemudian mereka memilih bersatu kembali,” tambah dia. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun perceraian merupakan keputusan yang final, masih ada kemungkinan bagi pasangan untuk kembali bersama.
Data ini menunjukkan perlunya perhatian lebih dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah perceraian di Lombok Tengah. Upaya pencegahan dan intervensi dini sangat penting untuk mengurangi angka perceraian dan menjaga keharmonisan keluarga.