Perceraian di Surabaya Menurun, Mediasi Jadi Kunci?
Pengadilan Agama Surabaya mencatat penurunan angka perceraian pada periode Januari-Maret 2025, meski jumlahnya masih signifikan, yaitu 1.471 kasus. Mediasi dan kesadaran masyarakat disebut sebagai faktor kunci.

Pengadilan Agama (PA) Surabaya mencatat angka perceraian yang cukup tinggi di awal tahun 2025. Sebanyak 1.471 perkara perceraian terjadi di Kota Surabaya selama periode Januari hingga Maret 2025. Dari jumlah tersebut, 415 perkara merupakan cerai talak (diajukan suami), dan 1.056 perkara lainnya adalah cerai gugat (diajukan istri). Data ini menunjukkan kecenderungan perempuan lebih sering mengajukan perceraian dibandingkan laki-laki di Surabaya.
Humas PA Surabaya, Tontowi, mengungkapkan bahwa angka ini menunjukkan penurunan jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Januari-Maret 2024, PA Surabaya mencatat 1.631 kasus perceraian. Artinya, terjadi penurunan sekitar 160 kasus di tahun 2025. Penurunan ini menjadi catatan positif bagi upaya menjaga keutuhan rumah tangga di Surabaya.
Tontowi memaparkan beberapa faktor yang mungkin berkontribusi pada penurunan ini. Salah satunya adalah peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya menjaga keharmonisan rumah tangga. Banyak pasangan yang berupaya menyelesaikan masalah internal sebelum memutuskan untuk bercerai. Selain itu, peran mediasi yang dilakukan oleh majelis hakim di PA Surabaya juga dinilai efektif dalam mencegah perceraian.
Mediasi dan Upaya Pencegahan Perceraian
Tontowi menjelaskan bahwa mediasi merupakan tahapan wajib dalam setiap proses persidangan perceraian di PA Surabaya. Majelis hakim selalu berupaya mendamaikan pasangan yang berkonflik. Hakim memberikan nasihat dan wejangan agar perceraian dapat dihindari, kecuali jika memang sudah tidak ada jalan lain untuk mempertahankan rumah tangga.
Meskipun mediasi dilakukan secara intensif, Tontowi mengakui bahwa masih banyak pasangan yang tetap memilih bercerai karena berbagai masalah yang tak terselesaikan. Hal ini menunjukkan bahwa tantangan dalam menjaga keutuhan rumah tangga masih cukup besar.
Proses mediasi ini melibatkan upaya persuasif dari hakim untuk membantu pasangan menemukan solusi terbaik bagi permasalahan mereka. Tujuannya adalah untuk mencegah perceraian dan memberikan kesempatan bagi pasangan untuk memperbaiki hubungan.
PA Surabaya berkomitmen untuk terus meningkatkan upaya mediasi dan memberikan konseling kepada pasangan yang menghadapi masalah rumah tangga. Harapannya, angka perceraian di Surabaya dapat terus menurun di masa mendatang.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perceraian
Meskipun terjadi penurunan angka perceraian, penting untuk memahami faktor-faktor yang masih menjadi penyebab utama perselisihan rumah tangga. Beberapa faktor yang sering muncul antara lain masalah ekonomi, perbedaan pendapat, perselingkuhan, hingga kekerasan dalam rumah tangga.
Data dari PA Surabaya menunjukkan bahwa sebagian besar permohonan cerai gugat diajukan oleh istri. Ini mengindikasikan bahwa perempuan mungkin lebih sering mengalami tekanan atau ketidakpuasan dalam rumah tangga yang mendorong mereka untuk mengambil keputusan bercerai.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan berbagai upaya dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga sosial, dan masyarakat. Peningkatan edukasi tentang pentingnya komunikasi, manajemen konflik, dan keseimbangan peran dalam rumah tangga sangat penting.
Selain itu, dukungan sistem hukum yang lebih efektif dan aksesibilitas terhadap layanan konseling dan mediasi juga perlu ditingkatkan untuk membantu pasangan mengatasi masalah rumah tangga mereka.
Kesimpulan
Penurunan angka perceraian di Surabaya pada periode Januari-Maret 2025 menunjukkan adanya tren positif. Upaya mediasi dan peningkatan kesadaran masyarakat dalam menjaga keharmonisan rumah tangga menjadi faktor kunci keberhasilan ini. Namun, tantangan masih tetap ada, dan perlu adanya upaya berkelanjutan dari berbagai pihak untuk mencegah perceraian dan memperkuat ketahanan keluarga di Surabaya.