Manajer dan Pengawas SPBU Serang Ditahan, Tersangka Kasus Oplosan BBM Pertamax
Polda Banten menahan manajer dan pengawas SPBU di Serang atas dugaan pengoplosan BBM Pertamax setelah hasil lab Pertamina menunjukkan ketidaksesuaian standar bahan bakar.

Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Banten menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertamax. Kedua tersangka, NS selaku manajer dan AS selaku pengawas, kini ditahan di SPBU Jalan Raya Jenderal Sudirman, Ciceri, Kota Serang. Penahanan dilakukan setelah penyidik melakukan pemeriksaan menyeluruh dan menemukan bukti kuat terkait pelanggaran tersebut.
Kombes Pol Yudhis Wibisana, Direskrimsus Polda Banten, membenarkan penahanan kedua tersangka. "Sudah ditahan tersangka setelah ditetapkan tersangka oleh penyidik," ujarnya di Kota Serang, Senin. Proses hukum kini berlanjut untuk mengungkap secara tuntas kasus dugaan pengoplosan BBM Pertamax ini.
Kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang mencurigai kualitas BBM di SPBU tersebut. Laporan tersebut diperkuat dengan viralnya video di media sosial pada Minggu (23/3) yang memperlihatkan Pertamax berwarna hitam pekat. Kejadian ini memicu investigasi intensif oleh pihak berwajib.
Hasil Laboratorium Pertamina Jadi Bukti Kuat
Hasil uji laboratorium Pertamina di Plumpang, Jakarta Utara, menjadi bukti kuat penetapan tersangka. Sampel BBM Pertamax yang diuji menunjukkan ketidaksesuaian standar bahan bakar. "Berdasarkan keterangan ahli BPH Migas, disebutkan terjadi pencampuran bahan bakar Pertamax. Hasil laboratorium menyatakan batas maksimal BPH pada bahan bakar minyak jenis Pertamax seharusnya di angka 215, tapi hasil sampel tersebut berada di angka 218,5," jelas Yudhis.
Meskipun nilai research octane number (RON) masih sesuai standar Pertamax, yaitu 92, ketidaksesuaian pada parameter BPH menjadi dasar kuat penetapan tersangka. Hal ini menunjukkan adanya manipulasi dalam komposisi bahan bakar yang dijual.
Proses penyidikan melibatkan pemeriksaan sejumlah saksi dari pihak pengelola SPBU dan ahli dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas). "Kami periksa ahli dari BPH Migas, dasar ahli itu dasar kami melakukan penyidikan," tambah Yudhis, menekankan pentingnya keahlian dalam mengungkap kasus ini.
Ancaman Pidana Bagi Tersangka
Kedua tersangka, NS dan AS, dijerat dengan Pasal 54 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi atau Pasal 480 KUHP. Ancaman pidana yang dihadapi sesuai ketentuan yang berlaku akan memberikan efek jera bagi pelaku dan pihak-pihak yang terlibat dalam praktik ilegal tersebut.
Kasus ini menjadi peringatan serius bagi seluruh pengelola SPBU untuk senantiasa menjaga kualitas BBM yang dijual dan mematuhi peraturan yang berlaku. Polda Banten berkomitmen untuk menindak tegas setiap pelanggaran yang merugikan konsumen dan negara.
Langkah Polda Banten dalam menindaklanjuti laporan masyarakat dan melakukan investigasi yang teliti patut diapresiasi. Transparansi dalam proses hukum dan penyampaian informasi kepada publik juga penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
Kejadian ini juga menjadi pengingat akan pentingnya pengawasan ketat terhadap distribusi dan penjualan BBM di Indonesia. Masyarakat diharapkan tetap waspada dan melaporkan setiap kecurigaan terkait kualitas BBM kepada pihak berwajib.