Meriahnya Pawai Ogoh-ogoh di Belitung Sambut Hari Raya Nyepi
Umat Hindu di Dusun Balitung, Belitung, merayakan Hari Raya Nyepi dengan pawai enam ogoh-ogoh, simbol pengusiran roh jahat, yang uniknya bertepatan dengan bulan Ramadhan dan jelang Idul Fitri.

Umat Hindu di Dusun Balitung, Desa Pelepak Putih, Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, merayakan datangnya Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1947 dengan penuh semangat. Enam ogoh-ogoh, patung-patung menyeramkan yang melambangkan Bhuta Kala atau roh-roh jahat, diarak keliling kampung pada Jumat, 28 Maret 2024. Perayaan ini menjadi momen unik karena bertepatan dengan bulan suci Ramadhan dan menjelang Hari Raya Idul Fitri 1446 Hijriah.
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Belitung, I Wayan Suta, menjelaskan bahwa arak-arakan ogoh-ogoh merupakan tradisi tahunan dalam menyambut Hari Raya Nyepi. Tradisi ini bertujuan untuk mengusir pengaruh buruk dan menyambut kedatangan tahun baru dengan suasana suci dan damai. Beliau juga menyampaikan ucapan selamat Hari Raya Nyepi kepada seluruh umat Hindu di Belitung dan Indonesia.
Uniknya, perayaan Nyepi tahun ini berdekatan dengan dua hari raya besar umat Islam, yaitu Ramadhan dan Idul Fitri. Hal ini menurut I Wayan Suta, merupakan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa untuk mempererat kerukunan antar umat beragama. Beliau juga menyampaikan ucapan selamat menjalankan ibadah puasa Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri kepada seluruh umat Islam.
Pawai Ogoh-ogoh: Tradisi Unik Penyambut Nyepi
Keenam ogoh-ogoh yang diarak tersebut nantinya akan dibakar. Pembakaran ogoh-ogoh ini merupakan simbolisasi pemusnahan Bhuta Kala, roh-roh jahat yang diyakini dapat mengganggu kedamaian dan kesucian Hari Raya Nyepi. Proses arak-arakan dan pembakaran ogoh-ogoh ini menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Nyepi di Belitung, menyatukan umat Hindu dalam sebuah ritual penuh makna.
I Wayan Suta berharap, Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1947 dapat membawa kedamaian, kebahagiaan, dan kesucian bagi seluruh umat Hindu di Belitung. Beliau juga menekankan pentingnya makna perayaan Nyepi yang berdekatan dengan bulan Ramadhan dan Idul Fitri sebagai momentum untuk memperkuat persatuan dan kerukunan antar umat beragama di Indonesia. "Semoga Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1947 membawa kedamaian dan kesucian bagi kita semua," ujarnya.
Lebih lanjut, I Wayan Suta menambahkan bahwa "Hari Raya Nyepi dan Idul Fitri 1446 Hijriah hampir berbarengan jadi kita dipertemukan oleh Tuhan Yang Maha Esa supaya selalu ada dalam kedamaian dan kesucian." Hal ini menunjukkan toleransi dan harmoni antar umat beragama di Belitung, yang patut menjadi contoh bagi daerah lain di Indonesia.
Makna Ogoh-ogoh dan Perayaan Nyepi
Ogoh-ogoh, yang dalam bahasa Bali berarti "goyang", merupakan patung-patung yang dibuat menyeramkan untuk mewakili Bhuta Kala. Patung-patung ini diarak keliling kampung sebelum akhirnya dibakar. Proses ini melambangkan pengusiran roh-roh jahat dan pembersihan diri sebelum memasuki masa Nyepi, yaitu hari raya untuk merenung dan menyucikan diri.
Tradisi ini telah berlangsung turun-temurun dan menjadi bagian penting dari perayaan Nyepi bagi umat Hindu di Belitung. Pawai ogoh-ogoh tidak hanya menjadi atraksi visual yang menarik, tetapi juga memiliki makna spiritual yang mendalam bagi masyarakat setempat. Perayaan Nyepi sendiri merupakan hari raya yang dirayakan dengan penuh kesucian dan kedamaian, dimana umat Hindu akan melakukan tapa brata, atau berdiam diri.
Keberadaan ogoh-ogoh dalam perayaan Nyepi di Belitung menunjukkan kekayaan budaya dan tradisi keagamaan di Indonesia. Perayaan Nyepi yang bertepatan dengan bulan Ramadhan dan menjelang Idul Fitri menunjukkan semangat toleransi dan kerukunan antar umat beragama yang patut diapresiasi.
Dengan demikian, perayaan Nyepi di Belitung bukan hanya sekadar perayaan keagamaan, tetapi juga menjadi ajang untuk memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa. Semoga semangat toleransi dan kerukunan ini terus terjaga dan berkembang di Indonesia.