Kemenag Batam Jaga Toleransi Lewat Pawai Ogoh-ogoh Nyepi di Bulan Ramadhan
Pawai ogoh-ogoh dalam rangka Nyepi di Batam tetap terlaksana dengan mengedepankan toleransi antarumat beragama di bulan Ramadhan, menjaga harmoni dan kedamaian.

Kota Batam, Kepulauan Riau, sukses menggelar pawai ogoh-ogoh dalam rangka menyambut Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1947. Pawai yang diselenggarakan Kementerian Agama (Kemenag) Kota Batam ini menjadi bukti nyata komitmen menjaga toleransi antarumat beragama, khususnya di tengah bulan Ramadhan. Kegiatan ini melibatkan umat Hindu dan mendapat apresiasi luas dari masyarakat Batam yang multikultur.
Pawai ogoh-ogoh dimulai setelah waktu berbuka puasa, dengan rute yang telah ditentukan untuk meminimalisir gangguan terhadap aktivitas masyarakat lainnya, terutama umat Muslim yang menjalankan ibadah puasa. Hal ini menunjukkan kesadaran dan sensitivitas penyelenggara dalam menghargai perbedaan dan menjaga kerukunan umat beragama.
Penyelenggaraan pawai ini bukan tanpa pertimbangan. Kemenag Kota Batam, melalui Penyelenggara Hindu Made Karmawan, menekankan pentingnya menjaga toleransi dan menghormati perbedaan keyakinan. Dengan demikian, perayaan budaya tetap dapat dinikmati tanpa mengesampingkan nilai-nilai keagamaan lainnya yang dianut masyarakat Batam.
Makna Pawai Ogoh-ogoh dan Hari Raya Nyepi
Pawai ogoh-ogoh merupakan tradisi penting dalam rangkaian Hari Raya Nyepi. Menurut Made Karmawan, ogoh-ogoh merupakan simbol Bhuta Kala, energi negatif yang diwujudkan dalam bentuk patung raksasa yang menyeramkan. Setelah diarak, ogoh-ogoh dibakar sebagai simbol pembersihan diri dan lingkungan sebelum memasuki Hari Raya Nyepi.
Tokoh umat Hindu Provinsi Kepulauan Riau, Wayan Catrayasa, menambahkan bahwa Nyepi bukan hanya ritual keagamaan semata. Lebih dari itu, Nyepi mengajak umat Hindu untuk melakukan introspeksi diri dan menjaga keseimbangan alam. Empat pantangan utama Nyepi, yaitu Amati Geni, Amati Lelungan, Amati Karya, dan Amati Lelanguan, bertujuan memberikan kesempatan bagi alam untuk beristirahat dan kembali seimbang. "Tujuannya adalah untuk memberikan waktu bagi alam semesta agar beristirahat dan kembali ke keseimbangan," jelas Wayan Catrayasa.
Pembimas Hindu Provinsi Kepri, Purwadi, menjelaskan bahwa pawai ogoh-ogoh merupakan bagian dari upacara Tawur Kesanga, yang bertujuan membersihkan lingkungan dan membawa kedamaian. Ia berharap perayaan ini dapat mempererat hubungan harmonis antarumat beragama.
Toleransi dan Kerukunan Antarumat Beragama di Batam
Wayan Catrayasa mengajak masyarakat Batam untuk terus menjaga kerukunan dan mendukung pembangunan daerah. Ia menekankan pentingnya toleransi dan saling menghormati antarumat beragama. "Keberagaman ini adalah aset yang harus kita jaga demi Batam yang madani dan kondusif," tutupnya. Hal senada juga disampaikan oleh Kemenag Batam yang berkomitmen untuk terus memfasilitasi dan menjaga kerukunan antarumat beragama di Kota Batam.
Pawai ogoh-ogoh di Batam menjadi contoh nyata bagaimana perbedaan keyakinan dapat dirayakan bersama dengan tetap menjaga toleransi dan kedamaian. Kegiatan ini menunjukkan bahwa keberagaman agama di Batam bukan menjadi penghalang, melainkan justru menjadi kekuatan untuk membangun kota yang harmonis dan maju.
Dengan suksesnya penyelenggaraan pawai ogoh-ogoh ini, diharapkan dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain dalam membangun kerukunan antarumat beragama. Toleransi dan saling menghormati adalah kunci untuk menciptakan lingkungan hidup yang damai dan kondusif bagi semua warga.