Mitigasi Bencana Ditingkatkan Warga Lereng Marapi Pasca Erupsi
Warga lereng Gunung Marapi, Sumatera Barat, perkuat mitigasi bencana pasca erupsi untuk meminimalisir dampak dan trauma akibat korban jiwa.

Erupsi Gunung Marapi di Sumatera Barat pada pukul 07.10 WIB tanggal 19 Februari 2025, dengan tinggi kolom abu mencapai 3.591 meter di atas permukaan laut, telah meningkatkan kewaspadaan warga sekitar. Letusan yang terekam dengan amplitudo maksimum 30.3 mm dan durasi 36 detik ini, menambah trauma warga setelah erupsi sebelumnya yang menimbulkan korban jiwa. Oleh karena itu, masyarakat di lereng gunung berapi tersebut gencar memperkuat upaya mitigasi bencana.
Tokoh masyarakat setempat, Rizal Hendra, menjelaskan upaya mitigasi utama yang dilakukan adalah penyebaran informasi terkini terkait kondisi Gunung Marapi melalui berbagai grup media sosial. "Upaya mitigasi utama yang kami lakukan adalah update informasi di seluruh grup media terkait kondisi terkini Gunung Marapi. Jangan sampai tertinggal info kebencanaan," ujarnya di Bukittinggi. Informasi penting seperti kondisi cuaca, aliran sungai, arah angin, dan lain-lain, disebarluaskan dengan cepat untuk memastikan seluruh warga mendapatkan peringatan dini.
Sistem peringatan dini ini terbukti efektif saat erupsi sebelumnya menyebabkan banjir lahar dingin. Rizal menceritakan pengalamannya, "Tidak mungkin semua warga ada di grup pemantau Gunung Marapi. Saya membuktikan pentingnya media itu saat erupsi mengakibatkan banjir lahar dingin Marapi di 2024." Setelah menerima informasi awal, ia langsung mengecek aliran sungai dan melakukan evakuasi warga, sehingga kerugian materiil dapat diminimalisir dan yang terpenting, tidak ada korban jiwa.
Mitigasi Mandiri dan Dukungan Pemerintah
Selain pemantauan informasi melalui media sosial, warga juga aktif mengikuti sosialisasi dari pemerintah, TNI-Polri, BPBD, dan PMI. Meskipun mengakui sosialisasi mitigasi bencana belum maksimal, Rizal mengapresiasi keseriusan masyarakat dan pelajar dalam mengikuti setiap kegiatan yang diadakan. "Harus diakui sosialisasi dan mitigasi pengurangan risiko bencana di daerah kami belum begitu maksimal. Tetapi setiap ada kegiatan, masyarakat atau pelajar serius mengikuti," katanya. Warga juga secara mandiri melakukan pengerukan dan pelebaran sungai untuk mengantisipasi bahaya lahar dingin.
Rizal juga mengapresiasi rehabilitasi jalur evakuasi dan jalur sungai, serta upaya strategis seperti pemecahan batu gunung di Marapi. Namun, ia berharap adanya alat berat yang disiagakan di desa-desa berisiko, serta perlengkapan evakuasi yang memadai. "Kami berharap adanya alat berat yang disiagakan di seluruh desa berisiko terdampak erupsi, juga perlengkapan evakuasi yang dibutuhkan," harapnya.
Upaya mitigasi ini merupakan bentuk adaptasi masyarakat terhadap ancaman erupsi Gunung Marapi. Pengalaman pahit erupsi sebelumnya mendorong warga untuk lebih proaktif dalam melindungi diri dan lingkungannya. Kerja sama antara masyarakat dan pemerintah sangat penting dalam mengurangi risiko bencana dan meminimalisir dampaknya.
Status Gunung Marapi dan Rekomendasi PVMBG
Pengamat Gunung Api (PGA) Marapi Bukittinggi, Ahmad Rifandi, melaporkan bahwa erupsi pada 19 Februari 2025 mengeluarkan kolom abu berwarna kelabu dengan intensitas tebal ke arah utara. Gunung Marapi saat ini berada pada status level II (Waspada), dengan rekomendasi agar masyarakat tidak memasuki wilayah radius 3 kilometer dari kawah verbeek.
Data PVMBG mencatat lima kali letusan sepanjang Februari 2025, dengan total 401 letusan dan 5.576 hembusan sejak erupsi utama Desember 2023. PVMBG juga mengimbau masyarakat di sekitar lembah dan sungai yang berhulu di puncak Gunung Marapi untuk mewaspadai potensi lahar atau banjir lahar, terutama saat musim hujan.
Kesimpulannya, peningkatan kewaspadaan dan upaya mitigasi bencana yang dilakukan oleh warga lereng Gunung Marapi merupakan langkah penting dalam menghadapi ancaman erupsi. Kerja sama yang baik antara masyarakat dan pemerintah, serta pemanfaatan teknologi informasi, menjadi kunci dalam meminimalisir dampak bencana dan melindungi jiwa serta harta benda warga.