Modal Asing Keluar Rp10,33 Triliun, Rupiah Melemah
Bank Indonesia mencatat aliran modal asing keluar bersih mencapai Rp10,33 triliun pada pekan keempat Februari 2025, di tengah pelemahan nilai tukar rupiah.

Bank Indonesia (BI) melaporkan aliran modal asing keluar bersih dari pasar keuangan domestik mencapai angka signifikan, yaitu Rp10,33 triliun pada pekan keempat Februari 2025, tepatnya periode 24-27 Februari 2025. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan mengenai faktor penyebabnya dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia. Laporan ini disampaikan langsung oleh Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, di Jakarta pada Jumat, 28 Februari 2025.
Rincian aliran modal asing tersebut menunjukkan keluarnya modal bersih di pasar saham sebesar Rp7,31 triliun, pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp1,24 triliun, dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp1,78 triliun. Data ini menunjukkan adanya pergeseran investasi asing yang cukup besar dalam beberapa sektor penting di pasar keuangan Indonesia. Kondisi ini perlu dikaji lebih lanjut untuk memahami penyebab di balik pergerakan modal asing tersebut.
Situasi ini terjadi di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Pada Jumat, 28 Februari 2025, rupiah dibuka di level Rp16.520 per dolar AS, melemah dibandingkan penutupan perdagangan hari sebelumnya di level Rp16.445 per dolar AS. Kondisi ini menambah kompleksitas situasi ekonomi makro Indonesia dan memerlukan perhatian serius dari pemerintah dan BI.
Analisa Aliran Modal Asing
Sepanjang tahun 2025 hingga 27 Februari, data setelmen menunjukkan modal asing keluar bersih di pasar saham mencapai Rp15,47 triliun. Namun, terdapat arus modal asing masuk bersih di pasar SBN sebesar Rp12,86 triliun dan di pasar SRBI sebesar Rp7,67 triliun. Perbedaan aliran modal ini menunjukkan adanya dinamika yang kompleks di pasar keuangan Indonesia, dengan beberapa sektor mengalami arus masuk sementara sektor lain mengalami arus keluar.
Premi risiko investasi (credit default swaps/CDS) Indonesia 5 tahun juga tercatat mengalami peningkatan, dari 70,34 basis point (bps) pada 21 Februari 2025 menjadi 75,13 bps pada 27 Februari 2025. Peningkatan ini mengindikasikan meningkatnya persepsi risiko investasi di Indonesia. Kondisi ini perlu diwaspadai dan menjadi perhatian bagi para investor.
Imbal hasil atau yield SBN 10 tahun juga ikut naik, mencapai 6,93 persen pada Jumat pagi, dibandingkan 6,88 persen pada Kamis malam. Sementara itu, imbal hasil US Treasury Note 10 tahun turun menjadi 4,260 persen pada akhir perdagangan Kamis. Perbedaan pergerakan imbal hasil ini menunjukkan adanya perbedaan sentimen pasar antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Langkah BI dan Prospek Ke Depan
Menanggapi situasi ini, Ramdan Denny Prakoso menyampaikan bahwa BI terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait. BI juga mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia. Langkah-langkah ini diharapkan dapat membantu menstabilkan kondisi pasar keuangan dan menjaga kepercayaan investor.
Indeks dolar AS (DXY) yang melemah ke level 107,24 pada akhir perdagangan Kamis (27/2) juga perlu diperhatikan. DXY merupakan indeks yang menunjukkan pergerakan dolar AS terhadap enam mata uang utama, termasuk euro, yen Jepang, pound Inggris, dolar Kanada, krona Swedia, dan franc Swiss. Pelemahan DXY dapat mengindikasikan adanya pergeseran sentimen global yang perlu dipertimbangkan dalam konteks ekonomi Indonesia.
Ke depan, diperlukan pemantauan yang ketat terhadap pergerakan modal asing, nilai tukar rupiah, dan indikator ekonomi makro lainnya. Koordinasi yang efektif antara BI, pemerintah, dan pelaku pasar sangat penting untuk menjaga stabilitas ekonomi dan kepercayaan investor.