Aliran Modal Asing Keluar Rp4,25 Triliun di Pekan Ketiga Maret 2025
Bank Indonesia mencatat aliran modal asing keluar bersih mencapai Rp4,25 triliun pada pekan ketiga Maret 2025, meskipun terdapat aliran masuk di pasar Surat Berharga Negara.

Bank Indonesia (BI) melaporkan aliran modal asing keluar bersih dari pasar keuangan domestik mencapai angka signifikan, yakni Rp4,25 triliun pada pekan ketiga Maret 2025, tepatnya periode 17-20 Maret 2025. Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, di Jakarta pada Jumat lalu. Laporan ini memberikan gambaran terkini mengenai dinamika investasi asing di Indonesia dan dampaknya terhadap perekonomian.
Rinciannya, modal asing keluar bersih tercatat sebesar Rp4,78 triliun di pasar saham dan Rp0,67 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI). Namun, terdapat aliran modal asing masuk bersih di pasar Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp1,20 triliun. Selisih inilah yang kemudian menghasilkan angka keluar bersih sebesar Rp4,25 triliun.
Data ini menunjukkan adanya pergeseran dalam pola investasi asing di Indonesia. Meskipun terdapat aliran masuk di sektor SBN, aliran keluar yang lebih besar di pasar saham dan SRBI memberikan gambaran yang lebih kompleks mengenai sentimen investor terhadap pasar keuangan domestik. Kondisi ini perlu dikaji lebih lanjut untuk memahami faktor-faktor yang mendasarinya.
Analisis Aliran Modal Asing dan Dampaknya
Sepanjang tahun 2025 hingga 20 Maret, data setelmen menunjukkan modal asing keluar bersih di pasar saham mencapai Rp28,10 triliun. Sebaliknya, terdapat modal asing masuk bersih di pasar SBN sebesar Rp23,87 triliun dan di SRBI sebesar Rp8,58 triliun. Perbedaan angka ini menunjukkan fluktuasi yang cukup signifikan dalam investasi asing di berbagai sektor pasar keuangan Indonesia.
Kenaikan premi risiko investasi (credit default swaps/CDS) Indonesia 5 tahun juga menjadi perhatian. Angka tersebut naik dari 81,20 basis point (bps) pada 14 Maret 2025 menjadi 88,51 bps pada 20 Maret 2025. Kenaikan ini mengindikasikan meningkatnya persepsi risiko investasi di Indonesia di mata investor global.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga terpengaruh. Pada Jumat (21/3), rupiah dibuka sedikit melemah di level Rp16.480 per dolar AS, dibandingkan penutupan di Rp16.470 per dolar AS pada Kamis (20/3). Penguatan indeks dolar AS (DXY) ke level 103,85 pada akhir perdagangan Kamis juga turut mempengaruhi pelemahan rupiah.
Imbal hasil atau yield SBN 10 tahun juga mengalami kenaikan, mencapai 7,09 persen pada Jumat pagi, naik dari 7,08 persen pada Kamis. Sementara itu, imbal hasil US Treasury Note 10 tahun turun menjadi 4,237 persen pada akhir perdagangan Kamis.
Langkah BI dalam Menjaga Ketahanan Ekonomi
Menanggapi situasi ini, Ramdan Denny Prakoso menyampaikan bahwa Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait. BI juga mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung ketahanan eksternal ekonomi Indonesia. Langkah-langkah ini bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi dan mengurangi dampak negatif dari fluktuasi aliran modal asing.
BI secara aktif memantau perkembangan pasar keuangan global dan domestik untuk mengantisipasi potensi risiko dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan. Koordinasi yang erat dengan pemerintah dan otoritas terkait sangat penting dalam menghadapi tantangan ini.
Secara keseluruhan, situasi ini menunjukkan perlunya strategi yang komprehensif untuk menarik dan mempertahankan investasi asing di Indonesia. Penting untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mengurangi ketidakpastian yang dapat mempengaruhi keputusan investor.
Ke depan, perlu dilakukan analisis lebih mendalam untuk memahami faktor-faktor yang menyebabkan aliran modal asing keluar. Langkah-langkah yang tepat dan terkoordinasi antara BI dan pemerintah sangat krusial untuk menjaga stabilitas ekonomi dan daya saing Indonesia di pasar global.