Pameran Foto: Disabilitas Bali Tunjukkan Karya dan Butuh Alat Bantu Adaptif
Tujuh penyandang disabilitas fisik di Bali pamerkan hasil foto alat bantu mereka, sekaligus menyuarakan pentingnya alat bantu adaptif yang sesuai kebutuhan.

Tujuh fotografer penyandang disabilitas di Bali baru-baru ini menggelar pameran foto yang unik. Pameran yang berlangsung di Annika Linden Centre, Denpasar, dari tanggal 2 hingga 9 Februari 2025 ini menampilkan 35 karya yang memotret alat bantu adaptif. Karya-karya tersebut merupakan hasil pembelajaran fotografi lewat workshop bulan Desember 2024.
Inisiatif pameran ini lahir dari keprihatinan para penyandang disabilitas terhadap minimnya alat bantu yang sesuai kebutuhan. Ketua Gugus Tugas Alat Bantu Adaptif Disabilitas Provinsi Bali, Putu Juliani, sekaligus Operation Manager Yayasan Puspadi Bali, menjelaskan bahwa pameran ini bukan sekadar pameran foto biasa. Para fotografernya sendiri merupakan pengguna alat bantu, seperti kursi roda, tangan palsu, dan sepatu AFO (Ankle-Foot Orthosis).
Pameran ini menjadi media komunikasi yang efektif untuk menyoroti isu pentingnya alat bantu adaptif yang tepat guna. Juliani mengungkapkan bahwa banyak bantuan alat bantu yang disalurkan melalui program CSR perusahaan swasta atau pemerintah, seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan spesifik pengguna. “Contohnya, teman yang tuli, tingkat desibel ketuliannya beda-beda. Alat bantu yang tidak cocok bisa bikin sakit telinga, harus diukur dahulu,” jelasnya. Hal serupa juga terjadi pada kaki palsu dan kursi roda.
Lebih lanjut, Juliani menekankan pentingnya anggaran pemerintah untuk alat bantu adaptif yang sesuai kebutuhan. Ia berharap pemerintah daerah dapat mengalokasikan anggaran di APBD untuk menyediakan alat bantu yang tepat sasaran. Saat ini, ketersediaan alat bantu masih standar dan belum terpersonalisasi, sehingga Yayasan Puspadi Bali aktif berkoordinasi dengan Pemprov Bali, Pemkot Denpasar, dan Pemkab Badung untuk mencari solusi.
Para penyandang disabilitas di Bali menyadari kendala pemerintah daerah dalam menyediakan alat bantu adaptif yang beragam melalui APBD. Oleh karena itu, mereka berupaya menyusun draf regulasi yang detail, termasuk perincian calon penerima, agar bantuan tepat sasaran. Dengan regulasi yang lebih rinci, diharapkan pemerintah dapat mengalokasikan anggaran dengan lebih efektif.
Salah satu peserta pameran, Komang Handayani (50), yang memiliki keterbatasan penglihatan, menggunakan teknik blur dalam foto-fotonya. Baginya, pameran ini menjadi jembatan komunikasi dengan pemerintah. Ia berharap karya-karyanya dapat menyentuh hati pemerintah dan mendorong perhatian lebih besar terhadap kebutuhan alat bantu adaptif bagi para penyandang disabilitas di Bali, khususnya yang membutuhkan alat bantu gerak.
Kesimpulannya, pameran foto ini bukan sekadar pameran seni, melainkan sebuah bentuk advokasi dan penyampaian pesan penting tentang pentingnya alat bantu adaptif yang tepat guna bagi penyandang disabilitas. Inisiatif ini menunjukkan bagaimana kreativitas dan keterlibatan langsung para penyandang disabilitas dapat menjadi media efektif untuk memperjuangkan hak-hak mereka dan meningkatkan kesadaran masyarakat.