Pemerintah Pelajari Wacana Pemulangan Hambali dari Guantanamo
Menteri Koordinator Bidang Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan pemerintah masih mempelajari wacana pemulangan Hambali dari Guantanamo, mempertimbangkan berbagai aspek hukum dan koordinasi antar kementerian.

JAKARTA, 21 Januari 2024 - Wacana pemulangan Hambali, mantan tokoh militan Jamaah Islamiyah, dari penjara Guantanamo, Kuba, tengah menjadi pertimbangan serius pemerintah Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, menyatakan pemerintah masih dalam tahap mempelajari dan menjajaki kemungkinan tersebut.
Yusril menegaskan belum ada keputusan resmi untuk memulangkan Hambali. Prosesnya melibatkan koordinasi intensif antar lembaga, termasuk Kementerian Luar Negeri, Polri, TNI, dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Tujuannya untuk menentukan langkah terbaik pemerintah terkait Hambali, yang diduga kuat terlibat dalam Bom Bali 2002.
"Kita sedang mempelajari, menjajaki, dan mengoordinasikan ini," ujar Yusril dalam keterangannya di Jakarta. "Jangan dianggap bahwa kita sudah mengambil keputusan meminta dia kembali, itu belum sampai ke tingkat itu."
Pertimbangan Hukum dan Koordinasi Antar Lembaga
Pemerintah mempertimbangkan berbagai aspek hukum dalam pengkajian ini. Meskipun Hambali sempat menjadi buron pasca Bom Bali dan kemudian ditangkap di Thailand dalam operasi gabungan AS-Thailand, perspektif hukumnya cukup kompleks. Hambali belum pernah diadili di Amerika Serikat karena terganjal hukum militer setempat, bukan hukum sipil.
Jika dipindahkan ke Indonesia, Hambali tak bisa diadili atas kasus Bom Bali karena telah melewati batas waktu penyelesaian kasus. Yusril menjelaskan, kasus ancaman hukuman seumur hidup atau mati kedaluwarsa setelah 18 tahun, sementara Bom Bali terjadi 23 tahun lalu. Namun, kemungkinan penuntutan atas tindakan terorisme lain yang dilakukannya setelah 2002 tetap terbuka. Hal ini didasarkan pada asas personal, di mana kejahatan WNI di luar teritori Indonesia tetap tunduk pada hukum Indonesia.
Tidak Ada Target Waktu dan Fokus pada WNI Lain
Pemerintah belum menetapkan target waktu untuk menyelesaikan kajian ini. Yusril menegaskan, hal ini bukanlah prioritas utama. Lebih lanjut, pemerintah juga memperhatikan nasib WNI lain yang dijatuhi hukuman berat di luar negeri. "Itu masih kami pelajari dan tentu akan kami negosiasikan karena menyangkut kepentingan warga negara kita sendiri," imbuhnya.
Sikap pemerintah terhadap WNI yang bermasalah hukum di luar negeri tetap konsisten: memberikan pembelaan dan perlindungan, terlepas dari kesalahan yang diperbuat. Kasus Hambali menjadi contoh kompleksitas situasi ini, dan membutuhkan kajian matang sebelum pemerintah mengambil langkah selanjutnya.